REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Industri penerbangan global mencatat kinerja meyakinkan pada 2014 dengan meraih keuntungan 19,9 miliar dolar AS. Pada tahun depan, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) malah memprediksi terjadi kenaikan profit menjadi 25 miliar dolar AS.
IATA beralasan makin rendahnya harga minyak berdampak turunnya biaya operasional perusahaan penerbangan d seluruh dunia. Dalam enam bulan terakhir ini harga minyak dunia terus terjun bebas hingga mencapai 60 dolar AS per barel. Pada Juni lalu, harga minyak masih berada di angka 115 dolar AS per barel.
Faktor lainnya, menurut penjelasan IATA, terkait dengan membaiknya perekonomian di Amerika Serikat (AS) dan banyak negara lainnya. "Pertumbuhan ekonomi ini berkorelasi langsung dengan bertambahnya permintaan terbang," kata Direktur Jenderal IATA Tony Tyler seperti dikutip Businessdaily, Jumat (26/12).
IATA menyatakan para penumpang akan memperoleh keuntungan atas makin murahnya biaya operasional maskapai. Ini bisa berpengaruh atas harga tiket pesawat yang akan turun pada 2015 rata-rata sekitar 5 persen. "Biaya kargo juga akan turun sekitar 5,8 persen dari harga pada 2014," kata Tony.
Merger antarperusahaan penerbangan pun, menurut IATA, memberikan andil besar atas makin efisiennya kinerja maskapai dalam beberapa tahun ini. Hampir semua lini usaha penerbangan merasakan efisiensi ketika merger terjadi.
Majalah Forbes memperkirakan industri penerbangan global pada tahun depan bakal mencatat masa-masa menyenangkan. Maskapai penerbangan mendapat rezeki nomplok atas murahnya harga minyak dunia dan tetap tingginya permintaan konsumen untuk bepergian.
Dalam analisisnya terhadap perusahaan penerbangan AS, Delta, Forbes menyebut kinerja mereka akan lebih baik pada 2015. Secara umum, perusahaan penerbangan seharusnya menikmati membaiknya perekonomian global ini dengan mencatat keuntungan.