REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 dipastikan meleset jauh dari asumsi sebesar 5,5 persen pada APBN-P 2014. Namun, pertumbuhan pada kuartal IV diyakini meningkat dibanding kuartal III.
Deputi I Bidang Koordinasi Fiskal dan Moneter Kementerian Koordinator Perekonomian Bobby Hamzar Rafinus mengatakan, terus melambatnya perlambatan ekonomi hingga kuartal III sudah cukup menggambarkan bagaimana pertumbuhan ekonomi pada tahun ini. "Rata-rata pertumbuhan (dari kuartal I-III), tidak menggembirakan. Target 5,5 persen sudah pasti tidak akan tercapai," kata Bobby ketika ditemui Republika di kantornya.
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang terus melambat. Pada kuartal III 2014, pertumbuhan tercatat 5.01 persen. Ini lebih rendah dibanding kuartal II yang mencapai 5,12 persen dan kuartal I yang sebesar 5,21 persen.
Meski begitu, Bobby optimistis pertumbuhan akan lebih baik pada tiga bulan terakhir di tahun ini. Setidaknya bisa mencapai 5,2 persen. Sedangkan untuk pertumbuhan tahunan juga tidak akan jauh-jauh dari angka tersebut.
Bobby memprediksi pertumbuhan pada kuartal IV bakal tertopang oleh ekspor bahan bakar mineral seiring Newmont dan Freeport yang sudah kembali mengekspor konsentrat. "Selama ini kan mereka penyumbang besar ekspor mineral," ucapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor bahan bakar mineral pada Januari-September 2014 menurun 12,97 persen terhadap periode yang sama pada tahun lalu. Nilainya turun menjadi 16,2 miliar dolar AS dari sebelumnya 18,6 miliar dolar AS.
"Semoga dengan sudah diperbolehkannya Newmont dan Freeport mengekspor mineral, mudah-mudahan bisa mendongkrak nilai ekspor kita," harap dia.
Meski begitu, Bobby mengatakan tantangan di kuartal IV ini akan bertambah menyusul adanya rencana kenaikan harga BBM bersubdisi. Ini akan berdampak terhadap perekonomian. Harga-harga akan lebih tinggi. Usaha kecil biaya produksinya akan naik karena bahan baku naik, upah naik.
"Tapi kalau tidak dinaikkan (BBM) bersubsidi, kan ada ancaman bahwa defisit (defisit transaksi berjalan) akan melonjak lebih dari tiga persen," Bobby menuturkan.