REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis, mengatakan ia akan meningkatkan kinerja BPK. Di samping efektif dan efisien, indikator kinerja pengelolaan keuangan adalah kesejahteraan rakyat.
Harry menilai selama ini opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diberikan kepada daerah sering tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat.
"Kalau lima tahun WTP tapi rakyat masih miskin bagus enggak itu? Untuk apa kita memeriksa? Kasih WTP 10 tahun rakyat tambah miskin, tidak ada gunanya BPK," kata Harry seusai mengucap sumpah jabatan di Gedung Sekretariat Mahkamah Agung (MA), Jakarta Timur, Kamis (16/10).
Oleh sebab itu, dia menilai kinerja BPK ke depan perlu dikaji ulang. Sebab, selama ini dia melihat proses pemeriksaan BPK masih banyak kelemahan.
Di samping itu, dia melihat perlunya BPK memiliki data acuan dalam pemeriksaan keuangan. Hal itu akan berpengaruh terhadap sejauh mana tingkat kesejahteraan rakyat.
"Kita lihat indikatornya apakah BPS atau apa, definisi kemiskinan dan pengangguran apakah private, invesment atau birokrasi yang efisien," ujarnya.
Dalam waktu dekat, dia bakal mengumpulkan para ahli ekonomi, politik, dan hukum untuk melihat seluruh wilayah kompetensi termasuk akses publik.
Harry mengucap sumpah bersama empat anggota BPK. Mereka adalah Moermahadi Soerja Djanegara, Rizal Djalil, Achsanul Qosasi, dan Eddy Mulyadi Supardi.
Peresmian pengangkatan sebagai anggota BPK tersebut ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 94/P tahun 2014 tanggal 7 Oktober 2014 yang didasarkan pada keputusan DPR Nomor 09/DPR RI/I/2014 dan Nomor 21/DPR RI/I/2014 tanggal 26 September 2014.
Sedangkan empat anggota BPK lainnya masih menjabat hingga saat ini. Mereka adalah Sapto Amal Damandari, Agus Joko Pramono, Agung Firman Sampurna, dan Bahrullah Akbar.
Pengucapan sumpah dipandu oleh Ketua MA, Muhammad Hatta Ali dan dihadiri oleh para anggota BPK, para pimpinan lembaga negara, para pimpinan lembaga, dan para pejabat di lingkungan BPK dan MA.