Senin 08 Sep 2014 15:02 WIB

Pemerintahan Jokowi-Jk Harus Berani Bubarkan SKK Migas

Kurtubi
Foto: primaonline
Kurtubi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan baru presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla harus berani membubarkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), jika ingin meningkatkan produksi migas dengan mengalihkannya kepada PT Pertamina.

"Saya sarankan pemerintah baru untuk membubarkan SKK Migas, tidak ada UU yang mengikat," kata pengamat perminyakan Kurtubi, pada acara "Rembug Nasional Kebangsaan Percepatan Pembangunan Untuk Indonesia Maju: Menata Kembali Tata Kelola Kebijakan Mgas," di Jakarta, Senin (8/9).

Dia mengatakan keberadaan SKK Migas hanya menurunkan produksi dan memicu peluang korupsi besar-besaran. Menurut Kurtubi, selama ditangani BPH Migas yang kini berubah menjadi SKK Migas pengelolaan migas nasional didesain pada lembaga pemerintahan.

Akibatnya untuk investasi membangun kilang harus melalui 69 izin, yang konsekuensinya butuh minimal 5 tahun untuk mulai melakukan pengeboran.

"Ini yang membuat kita tertinggal dalam meningkatkan cadangan migas. Tidak ada lapangan baru yang bisa dijadikan sebagai penyangga cadangan nasional," ujarnya.

Menurut Kurtubi yang juga anggota DPR-RI dari Partai Nasdem ini, justru lebih gampang lagi produksi minyak diolah dikilang Pertamina karena banyak hal yang bisa dihemat dan yang dirugikan mungkin oknum tertentu.

"Pertamina sangat mampu. Sejak tahun 1957-2001 Pertamina yang mengelola, investor hanya butuh 3 bulan untuk bisa ngebor, setiap minggu ditemukan penemuan baru," ujarnya.

Sekarang tambah Kurtubi, dengan SKK Migas semuanya diubah total.

"Produksi menurun, dan peluang korupsi besar," tegasnya.

Untuk diketahui, pembentukan Badan Pengatur Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) merupakan implementasi UU 22/2001 tentang Migas yang keluar di era Presiden Megawati Soekarnoputri.

Dasar dan tujuan pembentukan BP Migas yang menjadi SKK Migas adalah menghindari konflik kepentingan. Kelahiran BP Migas pada waktu itu berbekal semangat memisahkan antara tugas wewenang pemerintah sebagai regulator dalam sektor hulu migas dengan Pertamina sebagai pelaku.

Dengan dibentuknya BP Migas waktu itu pemerintah tidak dilibatkan dengan kontrak dunia usaha. Kenapa diperlukan lembaga independen? Karena investasi tiap tahun migas capai Rp 150-250 triliun.

BP Migas pun berubah menjadi SKK Migas.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement