REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Hendri Saparini, mengatakan adanya kenaikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada RAPBN karena adanya carry over dari pemerintahan saat ini kepada pemerintahan yang baru.
Kenaikan subsidi tersebut dinilainya wajar karena didasarkan pada tingkat konsumsi masyarakat. Jika tidak ada upaya dari pemerintah dalam membatasi konsumsi dan upaya konversi, maka kenaikan subsidi adalah sebuah keniscayaan.
“Asumsi makronya inflasi sebesar 4,4 persen dengan catatan tidak ada perubahan harga energi,” kata Hendri saat dihubungi Republika, Ahad (17/8).
Peningkatan subsidi BBM merupakan tekanan yang cukup berat bagi anggaran. Namun, dengan naiknya APBN, akan membawa kenaikan anggaran pada sektor-sektor yang lain. “Misal APBN meningkat, maka belanja-belanja yang ada kaitannya dgn besaran APBN akan meningkat, misal Dana Anggaran Umum (DAU) yang sudah ada UU-nya sebesar 30 persen,” kata Hendri.