Kamis 17 Jul 2014 15:41 WIB

Soal BBM, Ini Saran Menkeu Untuk Pemerintah Mendatang

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: M Akbar
Chatib Basri
Foto: Republika/ Wihdan
Chatib Basri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan mendatang diharapkan tak ragu mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Pengurangan subsidi hanya bisa dilakukan pada periode aman, bukan masa transisi seperti sekarang.

Menteri Keuangan Chatib Basri, kemarin, mengatakan pihaknya tak mungkin mengambil kebijakan strategis untuk saat ini. Tetapi pengurangan subsidi harus dilakukan mengingat lifting minyak turun terus.

Pada awal tahun lifting minyak ditargetkan sebanyak 900 ribu barel. Namun saat ini lifting minyak hanya menyentuh 830 hingga 870 ribu barel. "Dengan kondisi seperti sekarang, susah diharapkan agar lifting minyak tinggi," kata Chatib.

Melihat konsumsi BBM juga terus naik, Chatib memperkirakan, beban subsidi bakal semakin membengkak. Terlebih pada tahun depan, katanya, lifting minyak diperkirakan hanya sebesar 500 ribu barel.

Harga BBM, menurut dia, tidak boleh sepenuhnya diserahkan pada harga pasar. Pemerintahan mendatang sebaiknya punya solusi jitu mengatasi persoalan BBM. Salah satu caranya bisa dengan menetapkan subsidi tetap untuk setiap liter BBM.

Pemerintah juga tidak mungkin menaikkan harga BBM terlalmpau tinggi. Hal ini akan menyebabkan inflasi melonjak.

"Pada tahun 2005, kenaikan BBM menyebabkan inflasi sekitar 17 persen. Jadi memang harus bertahap naiknya," kata Chatib.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement