REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat menilai, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang menguat dalam beberapa hari terakhir merupakan euforia. Euforia tersebut disebabkan oleh mayoritas hasil polling yang memenangkan salah satu calon presiden, yakni pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Ekonom menilai hal yang paling diinginkan investor adalah kepastian.
Analis Rupiah David Sumual mengatakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat di saat global cenderung melemah. Data valuta asing Bloomberg menunjukan rupiah pada hari ini, Rabu (9/7) melemah 0,74 persen ke level Rp 11.626 per dolar AS. "Kalau melihat dari polling, kebanyakan memenangkan pasangan Jokowi-JK. Jadi ada semacam euforia jangka pendek," ujar David Sumual, Rabu (9/7).
Namun, menurut dia, investor sebenarnya tidak mementingkan siapa capres yang akan memenangkan Pemilu. Investor hanya membutuhkan kepastian. Hasil polling tersebut memberikan kepastian sementara pada investor.
Penguatan rupiah diprediksikan akan berlanjut dalam seminggu ke depan seiring masih adanya sentimen dari euforia. Sumual bahkan memproyeksikan rupiah akan menguat ke angka Rp 11.000 per dolar AS dalam seminggu ke depan.
Euforia tersebut tidak akan bertahan selamanya, juga penguatan rupiah. Sumual mengatakan, rupiah pada akhirnya akan kembali ke realitas usai euforia hilang. Menurut dia, fundamental rupiah berada pada kisaran Rp 11.500-11.600 per dolar AS.
Rupiah akan terus menguat jika presiden terpilih merealisasikan visi dan misi mereka. Ia mengatakan, menjelang Agustus dan Oktober, pasar akan melihat struktur dan portfolio kabinet yang disusun oleh presiden terpilih.