REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri Keuangan syariah global mengalami pertumbuhan pesat akhir tahun lalu. Begitu juga dengan industri gaya hidup halal yang melonjak pesat, khususnya makanan halal. Sayangnya, keduanya berdiri sendiri tanpa saling menyokong.
Menurut Kepala Ekonomi Islam dan partner senior Dinar Standard, Rushdi Siddiqui, keduanya harus saling berhubungan, lebih tepatnya keuangan syariah harus menyokong gaya hidup halal. Tujuannya, kata dia, agar membentuk sebuah industri yang setiap sisinya halal.
Ia juga menjelaskan saat ini, pelaku industri khususnya makanan, fesyen dan pariwisata bisa disebut belum murni syariah. Karena keuangan perseroan tersebut masih disokong bank konvensional. ''Sebagian investor masih ragu untuk menanamkan modal di perusahaan yang tak halal,''ucap dia kepada ROL, Selasa (3/6).
Sehingga, menurut Rushdi, alangkah baiknya jika perusahaan yang menyokong gaya hidup halal mendapat pendanaan dari bank syariah atau industri keuangan syariah. Begitu juga misalnya mendapat sokongan dana dari pasar modal syariah dan sukuk. ''Anda jadi benar-benar otentik,'' tutur dia.
Untuk saat ini ia akui sokongan industri keuangan syariah belum terlalu besar. Bahkan kepada industri mikro yang menyokong gaya hidup Islami. Oleh karena itu sangat penting sosialisasi dan mengenalkan pelaku industri keuangan syariah kepada penyokong gaya hidup halal. ''Ini hanya soal waktu,'' ujar Rushdi di sela The 1st OIC International Forum on Islamic Tourism 2014.