REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Total investasi langsung asing (FDI) Indonesia masih lebih kecil dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia. Total FDI Indonesia baru 1,85 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Jim Brumby mengatakan, FDI di Cina mencapai 3,4 persen dan Thailand 2,5 persen. Sedangkan Indonesia tidak sampai dua persen. "Ada hal-hal yang membuat investasi asing turun," kata Brumby di Jakarta, Senin (7/4).
Salah satu yang membuat penurunan investasi asing adalah adanya larangan ekspor mineral mentah yang baru dikeluarkan pemerintah pada Januari 2014. Selain itu, pesta demokrasi juga membuat investasi asing sedikit melambat. Investor menahan investasi karena ingin melihat ke mana arah pemimpin baru.
Secara jangka panjang, investor ingin mengetahui apa agenda utama pemerintahan yang baru. "Apakah mereka mendukung pertumbuhan ekonomi," kata Brumby.
Brumby juga menyinggung soal subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang akan membantu pendapatan negara. Ia menilai perlu komitmen penuh pemerintah untuk menerapkan subsidi tetap. Subsidi ini bisa diterapkan, namun berisiko tinggi.
Keuntungan ditetapkannya subsidi tetap adalah harga BBM tidak akan terpengaruh pada fluktuasi harga minyak dunia. Sehingga, metode ini akan mengurangi subsidi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). "Kembali lagi ke pemerintah, apakah akan berkomitmen penuh untuk penerapannya," kata Brumby.
Sebelumnya Bank Indonesia menyatakan subsidi tetap akan diusulkan untuk mengurangi pembengkakan subsidi terutama BBM. Risiko fiskal akan semakin berkurang dengan penerapan subsidi tetap karena tidak melihat nilai tukar rupiah dan fluktuasi harga minyak dunia.