REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Asia diperkirakan akan mengalami kesulitan pasokan energi pada beberapa tahun mendatang. Eksplorasi gas unkonvensional menjadi penting untuk mengatasi kelangkaan tersebut.
Persoalannya, kata Kepala Peneliti Wood Mackenzie, Craig McMahon, eksplorasi gas unkovensional masih mengalami banyak kendala yang harus diatasi bersama. Pada sisi lain, kata dia, produsen gas masih fokus pada produksi pada sumur-sumur gas tradisional.
"Cina pada 2017 mengalami puncak produksi gas yang kemudian berdampak pada langkanya pasokan dalam negeri," kata Craig di Seoul, Korea Selatan, Rabu (26/3) sebagaimana dilaporkan wartawan ROL Elba Damhuri dari Seoul
Mestinya Cina melakukan diversifikasi dengan memanfaatkan potensi besar pada shale gasnya. Namun, perusahaan energi milik negara masih fokus mengerjakan kegiatan produksi pada lapangan gas lama. Padahal, ada peluang besar pada gas unkovensional.
Amerika sudah melakukan eksplorasi dan produksi shale gas milik mereka. Beberapa negara Eropa juga sudah mengikuti langkah Amerika, termasuk. I Asia ada Cina dan India.
Shale gas merupakan upaya memproduksi gas yang tersimpan di celah-celah bebatuan. Sebagai sumber gas unkovensional, shale gas diperkirakan akan mengubah bisnis gas di masa depan, termasuk menyangkut pasar, harga, kontrak-kontrak, hingga posisi produsen-konsumen.
Permintaan gas di Asia tumbuh signifikan dan pada 2025 mendatang sekitar 70 persen permintaan gas global berasal dari negara-negara Asia. Jepang, Korea Selatan, Cina, dan Taiwan menjadi importir terbesar gas global.