REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah dan para pengusaha minyak sawit (CPO) berkomitmen untuk mendorong pemanfaatan biodiesel "mandatory"10 persen dengan menyetujui formula penghitungan pembelian bahan bakar nabati tersebut oleh PT Pertamina.
"Kita sudah ketemu, Pertamina setuju, pengusaha setuju dan pemerintah, dalam hal ini (Kementerian) Keuangan karena ini menyangkut subsidi, juga setuju," ujar Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro usai pertemuan lintas kementerian, PT Pertamina, dan para pengusaha di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat malam (7/2).
Bambang mengharapkan dengan adanya kesepakatan ini maka realisasi subsidi energi tidak akan melebihi pagu dalam APBN 2014, dan pemanfaatan energi di masa mendatang dapat lebih efisien serta ramah lingkungan.
Ia tidak mengungkapkan formula baru yang akan digunakan, namun telah ditemukan persetujuan yang menguntungkan. Hal itu terlihat dari adanya selisih formula yang diusulkan PT Pertamina sebelumnya, dengan formula yang disepakati dalam pertemuan hari ini.
"Formulanya sudah disepakati. Tadi coba dihitung, memang ada selisih, tapi selisih itu masih masuk pagu subsidi yang Rp3.000 per liter. Itu on top, kalau misalnya harganya lebih dari harga solar," ujar Bambang.
Menteri Perindustrian MS Hidayat memastikan kontrak yang digunakan oleh PT Pertamina dan pengusaha dalam pengadaan biodiesel akan bersifat jangka panjang, yang lebih menguntungkan dalam mendukung kebijakan energi nasional.
"Kita akan membuat aturan yang mengikat suplainya, supaya pasokan biodieselnya bisa berkelanjutan paling tidak selama tiga tahun, jadi kalau ada fluktuasi harga di pasar internasional bisa diamankan," katanya.
Sebelumnya, pemanfaatan biodiesel "mandatory" 10 persen yang diusulkan pemerintah sejak Agustus 2013, belum tuntas dilakukan masa lelang karena masih ada perbedaan pendapat antara PT Pertamina dengan pengusaha, terkait ketidaksesuaian harga jual bahan bakar nabati tersebut.
Pemerintah mengharapkan kebijakan biodiesel, yang berbahan baku CPO itu, dapat menekan impor migas serta memperbaiki kinerja neraca transaksi berjalan dan mengurangi beban belanja subsidi energi yang jumlahnya mendekati Rp300 triliun pada 2014.