Selasa 07 Jan 2014 15:02 WIB

Likuiditas Mengering, Biaya Dana Bank Meningkat

Rep: Satya Festiani/ Red: Nidia Zuraya
Bank Indonesia
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi kekeringan likuiditas pada perbankan di tanah air masih akan terus berlanjut di 2014. Likuiditas yang mengering tersebut akan mengerek biaya dana atau cost of fund. Pada akhirnya, bank pun harus menurunkan target kreditnya.

Direktur Utama PT Bank Central Asia, Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, mengatakan hampir semua bank mengalami likuiditas yang ketat. Namun bagi BCA likuiditas belum menjadi masalah. Loan to Deposit Ratio (LDR) BCA masih aman, yakni berada pada level 74-76 persen. "Kalau untuk likuiditas, kami masih baik sekali," ujar Jahja, Selasa (7/1).

Jahja mengatakan ketersediaan likuiditas yang mengering dapat meningkatkan biaya operasional (overhead) dan biaya dana atau deposito. Untuk BCA, bunga deposito berjangka masih di level 7,5 persen. Jahja mengatakan bunga deposito di bank lain sudah mencapai 10-11 persen karena kekeringan likuiditas.

Menurutnya, biaya dana yang meningkat itu akan membuat perbankan menaikan bunga kreditnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi permintaan kredit dan mengkompensasi kenaikan biaya-biaya tersebut.

Jahja mengatakan BCA menargetkan pertumbuhan kredit untuk tahun ini hanya berkisar 13-15 persen, jauh dari pencapaian 2013 yang sebesar 23 persen. Penurunan kredit akan dirasakan pada semua sektor, baik pada konsumer, ritel, maupun usaha kecil menengah (UKM).

Presiden Direktur PT OCBC NISP, Tbk, Parwati Surjaudaja, mengatakan biaya dana bank sudah meningkat sejak kuartal IV-2013. Peningkatan biaya dana bukan saja disebabkan kenaikan suku bunga, tetapi juga oleh kondisi makro lainnya. "Dampak terhadap pertumbuhan kredit seperti yang telah disampaikan oleh BI dalam bentuk pertumbuhan yang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya," ujar Parwati.

BI memang telah mengimbau perbankan agar pertumbuhan kredit pada 2014 dapat ditahan pada level 15-17 persen. Bank OCBC NISP sendiri menargetkan pertumbuhan kredit pada level 15-20 persen. Parwati mengatakan untuk menjaga kualitas kredit, suku bunga bukan satu-satunya yang harus dicermati, tapi juga gejolak rupiah dan kondisi sektor ekonomi tertentu seperti harga komoditas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement