REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia memiliki potensi budaya yang tinggi. Tidak kurang dari 500 suku terdapat di Indonesia.
Hal itu membuat Indonesia sejatinya unggul dalam pengembangan budaya kreatif yang sejalan dengan kearifan lokal.
Namun sayangnya, para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia masih kurang menggali potensi kearifan lokal. Banyak perajin, misalnya, justru memproduksi produk kreatif yang berasal dari luar.
"Itu akhirnya menjadi penjajahan budaya atau inspirasi?," tanya Sonny Muchlison, perancang dan pengamata gaya hidup yang juga dosen di IKJ, dalam paparanya di Gedung Sapta Pesona, Kamis (21/11), kemarin.
Ia tidak menutup mata jika hal itu terjadi karena tingginya permintaan pasar.
Namun, Ia mengatakan, sudah saatnya Indonesia menjunjung kearifan lokal yang kaya dan dapat dikembangkan menjadi industri kreatif.
"Bisa dimulai dari diri sendiri, dengan gali kearifan lokal," kata dia.
Hal senada disampaikan Endang Martani, Sekretaris Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Meski mengejar sisi ekonomi, kearifan lokal yang dimiliki Indonesia harus terjaga.
"Betul ekonomis, tapi tidak lupakan jati diri bangsa. Dengan banjirnya produk luar, di situ ketahanan bangsa untuk kita galakkan," kata Endang di kesempatan yang sama.
Di sisi lain, para pelaku industri kreatif juga harus memperhatikan pembinaan SDM, kemasan, strategi pemasaran juga produktivitas untuk dapat menjaga kualitas.
"Juga tumbuhkan kesadaran masyarakat atas apa yang dimiliki leluhur," demikian Endang.