REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Indonesia sebagai negara produsen karet nomor dua terbesar di dunia. Namun hal tersebut bukan jaminan bisa memperoleh nilai tambah dari industri karet yang ada. Ketua Dewan Karet Indonesia Aziz Pane mengaku industri karet Indonesia belum bisa memperoleh nilai tambah karena hilirisasi (pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi red.) produk karet masih lemah.
“Padahal Indonesia merupakan produsen karet alam nomor dua di dunia. Bahkan dua tahun lagi Indonesia bakal menjadi produsen karet terbesar dunia. Di Indonesi sarana infrastruktur dan pendukung lainnya belum tersedia secara baik, akibatnya potensi sumber daya alam itu akan hilang nilai tambahnya jika tidak ada industri pendukungnya,” kata Aziz di sela-sela pembukaan 'Global Rubber Conference 2013' di Palembang, Sumatra Selatan, Rabu (2/10).
Aziz menjelaskan, industri pendukung tersebut mencakup ketersedian energi dan sarana pelabuhan yang memadai. Dari 33 provinsi yang ada saat ini kekurangan tersebut menyebar secara merata. “Sehingga sulit bagi usahawan untuk mengembangkan hilirisasi produksi karet rakyat,” ujarnya.
Menurutnya, dari hasil survei yang telah dilakukan oleh Dewan Karet Indonesia, Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) lebih menjanjikan dalam hal mendukung pengembangan hilirisasi produk karet. “Selain sebagai penghasil karet terbesar di Indonesia, Sumsel juga siap memiliki pelabuhan samudera Tanjung Api-api, sumber energi dari batu bara dan geothermal serta sumber daya manusia yang berlimpah. Itu juga menjadi alasannya mengapa Global Rubber Conference 2013 diselenggarakan di sini,” paparnya.
Akibat belum optimalnya hilirisasi produk karet menurut Aziz, tidak hanya berdampak buruk bagi pengusaha tetapi juga petani rakyat. “Sehingga wajar jika petani karet rakyat belum menikmati harga sesungguhnya dari harga jual di dalam maupun luar negeri. Mereka sepanjang masa akan bergantung pada tengkulak. Akibat lainnya, petani menjadi frustasi sehingga mereka bertindak curang dalam menjual bahan olahan karet atau bokar dengan memasukkan tanah, batu, kayu ke dalam getah yang berfungsi sebagai pemberat,” ungkap Aziz.
Dewan Karet Indonesia mencatat setiap tahunnya Indonesia menghasilkan sampai 3,2 juta ton karet. Dari jumlah tersebut sekitar 500-600 ton digunakan untuk pabrik ban dan lain-lain. Sisanya ekspor di ekspor ke berbagai negara. “Padahal hasil dari karet alam Indonesia bisa dijadikan bantalan jembatan dan jalan tol, lapangan golf, alat kesehatan, bantalan rumah anti gempa, permainan anak autis,” ujarnya.