Rabu 14 May 2025 00:04 WIB

Ini Strategi Baru Toyota untuk Bersaing dengan Mobil Listrik China

Langkah Toyota bisa memperkuat strategi mobil listriknya.

PT Toyota-Astra Motor (TAM) menghadirkan fasilitas parkir gratis bagi seluruh model elektrifikasi Toyota dan Lexus di Mall of Indonesia (MOI), Jakarta Utara, Selasa (18/3/2025).
Foto: Toyota
PT Toyota-Astra Motor (TAM) menghadirkan fasilitas parkir gratis bagi seluruh model elektrifikasi Toyota dan Lexus di Mall of Indonesia (MOI), Jakarta Utara, Selasa (18/3/2025).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Toyota dilaporkan sedang mengevaluasi akuisisi produsen EV China yang sedang kesulitan, Neta Auto. Meskipun belum dikonfirmasi, langkah tersebut dapat membantu Toyota memperkuat strategi EV-nya di China sekaligus menawarkan Neta mengatasi krisis keuangan.

Seperti dilaporkan Carnewschina.com mengutip ithome.com, Selasa (13/5/2025), Neta Auto, yang didirikan pada tahun 2014 oleh Hozon New Energy Auto, telah mengalami krisis sejak pertengahan tahun 2024. Produksi dihentikan, PHK massal menyusul, dan perusahaan berebut pendanaan eksternal.

Baca Juga

Pada 10 Februari 2025, Neta mengungkapkan rencana pendanaan E-round yang gagal dengan nilai sekitar 4–4,5 miliar yuan (552–621 juta dolar AS). Investor utama, yang didukung oleh dana negara BRICS, menjanjikan 3 miliar yuan (414 juta dolar AS), tetapi pendanaan tersebut bergantung pada dimulainya kembali produksi dan mengamankan investasi yang sesuai—keduanya tidak terwujud.

Meskipun pabrik Neta di Tongxiang sempat dibuka kembali pada awal Januar 2024i, produksi tidak pernah dilanjutkan karena kekurangan suku cadang yang parah. Kegagalan ini menyebabkan investor tersebut menarik diri, yang secara efektif membatalkan kesepakatan.

Valuasi Neta mengalami pukulan dramatis. Pada tahun 2023, investasi sebesar 1,53 miliar yuan (211 juta dolar AS) oleh entitas pemerintah Tongxiang menilai perusahaan tersebut sebesar 42,3 miliar yuan (5,8 miliar dolar AS).

Pada tahun 2025, usulan 50 persen saham hanya seharga 3 miliar yuan (414 juta dolar AS) memangkas valuasinya menjadi 6 miliar yuan (828 juta dolar AS)—penurunan 80 persen. Hal ini membuat marah para investor awal dan yang didukung negara, termasuk 360 Security Technology, yang pendirinya, Zhou Hongyi, menarik investasi lanjutan sebesar 138 juta dolar AS yang dijanjikan. Kepercayaan pada manajemen Neta sejak itu memburuk.

Secara finansial, Neta telah membukukan kerugian kumulatif sebesar 18,3 miliar yuan (2,53 miliar dolar AS) selama tiga tahun dan berutang kepada pemasok sebesar 6 miliar yuan ( 828 juta dolar AS).

Perusahaan mengusulkan untuk mengubah 70 persen utang pemasok menjadi ekuitas dan membayar sisanya secara mencicil, dengan peringatan bahwa perusahaan dapat gagal bayar upah dan asuransi sosial tanpa modal baru. Jika Neta bangkrut, investor pemerintah akan diprioritaskan dalam pembayaran utang, sehingga pemasok berada dalam risiko.

Masalahnya semakin rumit karena Neta bisa menghadapi hukuman di Thailand, tempat perusahaan itu sebelumnya menerima subsidi hingga 150.000 baht (4.100 dolar AS) per kendaraan. Untuk mempertahankannya, Neta harus memenuhi target produksi lokal pada tahun 2025—gagal memenuhinya dapat memicu pembayaran kembali subsidi, bunga, dan keringanan pajak.

Meskipun terjadi kekacauan, Neta tetap mempertahankan sejumlah nilai teknologi dan pasar. Pada tanggal 26 Maret, perusahaan itu mendapatkan perjanjian utang-untuk-ekuitas senilai 2 miliar yuan (276 juta dolar AS) dengan 134 pemasok utama dan menerima dukungan finansial dari lembaga-lembaga Thailand dan Solotech dari Hong Kong.

Jika kesepakatan berlanjut, Toyota dapat memanfaatkan aset Neta dan pengetahuan lokal untuk mempercepat peluncuran EV-nya di China. Namun, Direktur Komunikasi Merek Toyota Tiongkok, Xu Yiming, membantah rumor tersebut: "Kami belum mendengar apa pun tentang ini!"

Pada tahun 2024, penjualan Neta turun menjadi 64.500 unit, dan pada bulan Januari 2025, penjualan anjlok hampir 98 persen dari tahun ke tahun menjadi hanya 110 mobil.

Perusahaan tersebut juga menghadapi kritik atas teknologi yang ketinggalan zaman dan klaim kinerja yang berlebihan. Sebuah video viral memperlihatkan pendiri Fang Yunzhou membungkuk untuk meminta maaf kepada para pemasok dan dealer—menyoroti besarnya krisis tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement