REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakopti) meminta pemerintah serius menangani komoditas kedelai. Pemerintah diharapkan jangan terlena dengan angka produksi nasional yang disebutkan sebesar 850 ribu ton.
Kebutuhan kedelai per tahun untuk kedelai mencapai 2,5 juta ton. "Kalau ada 200 ribu ton saja (produksi lokal), itu sudah canggih," ujar Ketua 2 Bidang Usaha Gakopti Sutaryo, Ahad (28/7).
Selama ini sebagian besar bahan baku keleai disokong oleh produk impor. Sebanyak 95 persen kedelai diimpor dari Amerika, sisanya dari Brasil dan Argentina.
Kebanyakan petani di Indonesia menanam kedelai dengan pola tumpang sari, bergantian dengan tanaman padi dan jagung. Dibandingkan kedelai, padi dan jagung dianggap lebih menguntungkan dari sisi harga.
Pada Juni tahun lalu, pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 26/M-DAG/PER/6/2013 menetapkan harga penjualan kedelai di tingkat pengrajin tahu dan tempe.
Harga jual pemerintah (HJP) ditetapkan sebesar Rp 7.450 per kilogram (kg). Sedangkan harga beli petani (HBP) ditetapkan sebesar Rp 7000 per kg. "Tapi selama harga kedelai masih di bawah beras, petani belum mau bergairah," ujar Sutaryo.
Saat ini posisi harga kedelai berada di kisaran Rp 6800-8000 per kg. Sedangkan harga batas bawah beras mencapai Rp 8000 per kg. Petani masih membutuhkan pemicu jika memang pemrintah berniat mengandalkan pasokan kedelai lokal.
Gakopti juga meminta untuk melakukan kajian mengani usulan importasi satu pintu. Misalnya, impor melalui Perum badan Urusan Logistis (Bulog). Cara ini dinilai efektif untuk menjaga stabilisasi harga kedelai.
"Kenyataannya, kita masih menyerahkan mekanisme harga pada pasar. Akibatnya fluktuasi tetap terjadi," ujarnya.
Gakopti pun mendukung penuh dengan rencana importasi yang hendak dilakukan Bulog. Namun hendaknya rencana ini tidak sebatas wacana saja. Permintaan kedelai juga menurun sebanyak 50 persen setiap kali Ramadhan tiba.
Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan pihaknya akan mengimpor 100 ribu ton kedelai hingga akhir tahun. Rencana ini menyusuil dikeluarkannya Peraturan Presiden untuk stabilisasi kedelai sejak 8 Mei lalu. "Proses pembelian kedelai bisa dari dalam negeri atau impor," ujar Sutarto.
Penugasan untuk stabilisator kedelai diharapkan dapat juga menambah pendapatan dan laba Bulog. Hingga semester pertama, pendapatan Bulog dari bisnis komersial baru menyentuh Rp 3,1 trilun.
Angka ini mencakup 37,34 persen dari target pendapatan komersial tahun ini sebesar Rp 8,3 triliun. Sedangkan laba perusahaan hingga semester pertama di 2013 baru sekitar Rp 64 miliar.