REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Proses renegosiasi kontrak karya dengan PT Freeport Indonesia masih berjalan. Renegosiasi kontrak karya antara pemerintah dan Freeport membahas enam isu utama, yakni luas wilayah, perpanjangan kontrak, penerimaan negara termasuk royalti, kewajiban pengolahan dan pemurnian atau smelter, kewajiban divestasi, kewajiban penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
Pembahasan dilakukan dalam rapat kerja antara Tim Pemantau Otonomi Khusus Papua DPR, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Papua dan Papua Barat di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (5/7).
"Salah satunya, saat ini Freeport baru melakukan pemrosesan terhadap tembaga dan emas sekian persen di sini dan kita inginkan 100 persen di tanah air kita. Karena itu perintah undang-undang dan ini salah satu bagian dari pembicaraan," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa yang juga menjabat Ketua Tim Negosiasi Kontrak Karya Freeport.
Menurut Hatta, pembicaraan terkait aspek-aspek lainnya sudah mengalami banyak sekali kemajuan. Divestasi saham dan pengurangan lahan-lahan yang dikuasai Freeport, kata Hatta, semuanya telah disetujui. Begitu pula dengan kenaikan royalti yang nantinya sebagian akan dibagi dengan pemerintah daerah.
"Semua pembicaraan ini sedang berlangsung," kata Hatta. Khusus untuk divestasi, Hatta menyebut Freeport telah memberikan lampu hijau. "Termasuk IPO di Tanah Air kita dan itu memang kita minta. Tentu itu adalah kepada Papua dan ini memang spirit kita," ujar Hatta.