REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan syariah diharapkan mampu menjawab tantangan untuk dapat mengembangkan bank tanpa kantor (branchless banking) di Tanah Air sebagai bagian dari pembukaan akses keuangan yang lebih luas ke masyarakat yang saat ini digalakkan oleh pemerintah.
"Perbankan syariah ke depannya harus mampu ikut bersama-sama dalam branchless banking. Ini salah satu tantangan," kata Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Muliaman D Hadad, pada seminar bertajuk 'Program Penjaminan LPS dan Prospek Pertumbuhan Perbankan Syariah' di Jakarta, Kamis (27/6).
Muliaman, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menuturkan, perbankan syariah memerlukan konsep dan pendekatan yang jelas dalam membuka akses keuangan bagi masyarakat. Berdasarkan data Bank Dunia, baru 40 persen dari 230 juta jiwa yang memiliki akses ke industri keuangan khususnya perbankan.
"Industri keuangan syariah harus bisa menjawab tantangan ini. Isu (branchless banking) ini menjadi penting bagi pegiat keuangan syariah khususnya edukasi ke masyarakat agar lebih melek keuangan," ujar Muliaman.
Selain itu, lanjut Muliaman, tantangan berikutnya bagi perbankan syariah yakni jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia yang cukup besar. Menurutnya, perbankan syariah seharusnya dapat memanfaatkan kondisi tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah di masa mendatang. "Jika tidak dapat memanfaatkan ini, maka kita akan mengalami dua kerugian. Pertama kita kehilangan kesempatan dan ke dua kita akan semakin ketinggalan," tuturnya.
Sementara itu, tantangan yang terakhir adalah peran perbankan syariah dalam proyek pembangunan ekonomi khususnya proyek infrastruktur. "Proyek infrastruktur seperti pembangunan lapangan terbang, jalan tol, dan lainnya jika tidak mampu dimanfaatkan maka kita akan rugi, karena ini urgensinya sangat tinggi," ujar Muliaman.