REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan harus bersiap menghadapi masa stagnasi yang disebabkan oleh tantangan makro. Inflasi diperkirakan meningkat seiring dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Direktur Biro Riset Infobank, Eko B Supriyanto, mengatakan perbankan harus bersiap merasakan akibat dari inflasi yang diprediksi mencapai 7,6 persen. Untuk meredam inflasi, Bank Indonesia (BI) dapat menaikkan suku bunga.
"Ini akan mendorong kenaikan suku bunga simpanan mau pun pinjaman bank-bank," ujar Eko di Jakarta, Senin (3/6).
Eko mengatakan, hal tersebut dapat memengaruhi sektor riil yang pada akhirnya akan berimbas ke kinerja sektor perbankan. Kredit perbankan, khususnya kredit usaha menengah kecil akan mendapatkan tekanan. Untuk itu, bank harus mengantisipasi perlambatan ekonomi.
"Jangan sampai terjadi jebakan kredit macet," ujar Eko.
Industri perbankan juga menghadapi risiko stagnasi dari sisi pertumbuhan kredit empat tahun ke depan. Pertumbuhan kredit yang lebih kencang dari pada pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) membuat rasio pinjaman terhadap DPK (LDR) perbankan akan mencapai 100 persen pada 2017.
"Perbankan harus giat mencari dana walaupun upaya ini membuat suku bunga naik," ujar dia. Selain itu, bank juga harus memiliki produk dana yang bervariasi khususnya produk berjangka panjang.