REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Perlambatan ekonomi yang diindikasikan sejumlah lembaga, dan terkonfirmasi oleh data awal BPS, dikhawatirkan berdampak pada daya beli masyarakat dan sektor industri minuman ringan. Karena itu, sinergi kebijakan yang tepat untuk menjaga stabilitas dinilai perlu dilakukan.
CORE Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2025 kemungkinan melambat, berada di kisaran 4,8%-5,0%, bahkan berpotensi menuju 4,6%-4,8% dalam skenario tertentu, sedikit di bawah target APBN 5,2%.
Data BPS untuk Triwulan I-2025 pun menunjukkan realisasi pertumbuhan 4,87% (y-on-y) dengan kontraksi 0,98% (q-to-q). Data BPS juga menunjukkan bahwa IHP (Indeks Harga Produsen) sektor akomodasi, penyediaan makanan minuman mengalami tekanan harga tertinggi, pada triwulan I-2025 naik 0,56 persen terhadap triwulan IV-2024 (q-to-q) dan naik 2,84 persen terhadap triwulan I-2024 (y-on-y) yang dapat berdampak pada harga konsumen dan margin pelaku usaha di sektor tersebut pada 20252.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, dalam paparannya menyatakan, semua data awal ini menunjukkan adanya tantangan ekonomi yang perlu diantisipasi bersama.
"Pelemahan permintaan domestik dapat berimplikasi pada sektor-sektor konsumsi seperti makanan dan minuman. Selain itu, industri juga menghadapi tekanan biaya dari sisi produksi. Karenanya, penting bagi arah kebijakan untuk fokus menjaga daya beli masyarakat dan mempertimbangkan dengan hati-hati penerapan instrumen fiskal baru agar selaras dengan upaya pemulihan ekonomi,"ujar dia dalam diskusi media yang digelar Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) di Jakarta, Rabu (14/5/2025), lewat keterangan tertulis.
