REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana memberlakukan pajak penghasilan (PPh) kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) dengan omzet antara Rp 0 hingga Rp 4,8 miliar. Pajak yang dikenakan nilainya sebesar satu persen dari total omzet pelaku usaha dengan lokasi usaha tetap selama satu tahun.
Ekonom Centre for Information and Development Studies (Cides) Umar Juoro menilai pemberlakuan pajak UKM tidak akan banyak membantu peningkatan penerimaan perpajakan. "Pada saat kita harus mendorong UKM, semestinya UKM mendapatkan insentif pajak, bukan memberikan tambahan beban," ujar Umar kepada ROL, Selasa (28/5).
Menurut Umar, peningkatan penerimaan perpajakan sebenarnya dapat dilakukan dengan meningkatkan kepatuhan pembayar pajak besar.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menilai satu-satunya cara untuk memperluas basis pajak demi meningkatkan penerimaan perpajakan adalah melalui pengenaan pajak terhadap UKM. "Memang siapa lagi yang mau dipajakin? semua orang yang berhak bayar pajak sudah ditagih," kata Bambang.
Lebih lanjut, Bambang memastikan pajak yang akan dikenakan bukanlah terhadap UKM skala kecil, melainkan UKM yang skalanya menengah dan besar, khususnya di sektor ritel. Misalnya penjual telepon seluler di pusat-pusat perbelanjaan seperti ITC.