REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Freeport Indonesia sepertinya belum yakin membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bahan mineral (smelter) di Indonesia. Direktur Freeport Rozik B Sotjipto menegaskan masih mengkaji opsi perlunya smelter dibuat.
"Kami masih membahas secara intern," jelasnya saat dihubungi ROL, Selasa (23/4). Setidaknya ada dua opsi yang tengah didalami Freeport terkait persoalan ini.
Dikatakannya bisa saja Freeport berpartisipasi dalam studi kelaikan pembangunan smelter bersama pemerintah. Namun, bisa juga, perusahaan itu menjadi hanya menjadi pemasok konsentrat untuk pabrik smelter di Tanah Air.
"Pembicaraan dua-duanya masih terus kita lanjutkan," jelasnya. Sayangnya, ia enggan menuturkan kapan target pembicaraan selesai.
Sepanjang 2012, Freeport Indonesia mencatat mampu menjual 915 ribu ounces emas dan 716 juta pounds tembaga dari tambang Grasberg, Papua. Kinerja penjualan emas tersebut menyumbang 91 persen penjualan emas perusahaan induknya yakni Freeport McMoran di AS.
Setelah sebelumnya anjlok di kuartal ketiga 2012, penjualan emas dan tembaga mulai pulih di kuartal keempat 2012. Freeport Indonesia mampu menjual 224 ribu ounces emas dan 204 juta pounds tembaga.
Di 2013, perusahaan ini juga meningkatkan produksi emasya hingga 1,3 juta ounce atau setara dengan 42,9 ton. Target ini lebih tinggi dibanding realisasi 2012 lalu sebesar 900 ribu ounce.
Hingga saat ini cadangan terbukti Freeport sebesar 828 juta ton bijih. Terdiri dari 1,1 persen tembaga, 1,01 part-per million (ppm) emas, serta 4,22 ppm perak.
Sementara itu Dirjen Minerba Kementerian ESDM Thamrin Sihite menegaskan pembangunan smelter adalah amanat UU Nomor 4 tahun 2009 tentang pengolahan dan pemurnian. "Sehingga memang harus bangun," tegasnya.
Pembangunan smelter pun tak harus dilakukan mandiri. Perusahaan, terutama perusahaan kecil bisa membuat konsorsium untuk membuat fasilitas ini.
Namun khusus perusahaan besar seperti Freeport ia menilai seharusnya smelter bisa dibangun mandiri. Apalagi, ujarnya, ini untuk kepentingan mineral Indonesia ke depan.
Hingga saat ini, Indonesia baru memiliki tujuh pabrik smelter. Namun berdasar data Kementerian ESDM ada 156 proposal yang sudah masuk di lembaga tersebut.