REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menegaskan langkah beberapa direksi BUMN yang meminta penyertaan modal negara (PMN) tak bisa disalahkan. Masalnya ketika neraca keuangan negatif, perseroan menjadi sulit berkembang dan tak bisa melakukan sejumlah langkah penyehatan.
Permintaan untuk menerbitkan surat utang seperti obligasi misalnya tak mungkin dilakukan dengan rating perusahaan yang buruk. Langkah lain seperti penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) juga sulit mendapat sambutan positif pasar.
"Jadi tidak benar kalau PMN itu membuat masalah," tegasnya pada ROL, Selasa (26/2). Justru langkah ini, ujar dia, memang efekti menyelesaikan permasalahan yang ada dalam tubuh BUMN.
Lagipula, tujuan pemberian PMN juga tak hanya menyehatkan saja. PMN juga bisa diberikan untuk menyelesaikan aset negara yang belum dipisahkan menjadi dipisahkan.
Contohnya proyek PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). "Untuk proyek pedesaan kan proyek harus dipisahkan. Apakah direksi bisa dipecat juga kalau melakukan ini? Tentu tidak," jelasnya.
PNM juga diberikan untuk melaksanakan tugas negara seperti kredit usaha rakyat (KUR). Dalam kasus Jamkrindo dan Askrindo misalnya, kedua perusahaan memang diberi penugasan ini.
Meski demikian, Said setuju bila pemberian PMN harus diperketat. Menurutnya tak bisa dipungkiri, banyak direksi yang menutupi kegagalannya dalam mengelola perusahaan dengan mengajukan PMN.
Tapi, direksi sebenarnya juga tak bisa sepenuhnya disalahkan atas kerugian yang diderita BUMN. "Pemerintah juga kadang lamban mengambil keputusan. Tidak fair kalau semuanya disalahkan ke direksi," tegasnya.