REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi menilai pembangunan infrastuktur mestinya tidak lagi terkendala pasokan dan harga gas.
"Indonesia punya lapangan-lapangan gas yang bisa dialokasikan ke dalam negeri. Konsumen domestik juga sudah berani membeli dengan harga tinggi," katanya, di Jakarta, Ahad (4/11).
Ia mencontohkan, gas Tangguh yang sebelumnya diekspor ke Sempra, AS bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. "Jangan lagi ada gas yang diekspor, alokasikan semuanya ke domestik" ujarnya menegaskan.
Demikian pula, gas Tangguh 'train' ketiga yang tidak hanya 40 persen, tapi 100 persennya bisa dialokasikan ke dalam negeri.
Sebelumnya, diketahui ada rencana mengekspor sebagian LNG Tangguh eks Sempra ke pembeli Jepang yakni Kansai Electric, Kyushu Electric, dan Tepco mulai 2013 hingga 2035 dengan volume bervariasi mulai 16 kargo per tahun per perusahaan.
Rencana ekspor tersebut merupakan bagian sekitar tiga juta ton per tahun gas Sempra yang akan dijual ke pembeli lain. Sebanyak satu juta ton per tahun di antaranya tengah dalam negosiasi antara PT PLN (Persero) dan BP Berau Ltd, sebagai pengelola kilang Tangguh, untuk dipasok ke terminal LNG di Arun, Aceh.
PLN dan BP sebenarnya sudah menyepakati klausul harga LNG-nya. Namun, pemerintah menilai kesepakatan harga itu terlalu tinggi dan meminta lebih rendah. Dengan demikian, masih tersisa sekitar dua juta ton per tahun yang bisa dialokasikan ke dalam negeri.
Pemerintah mempunyai program pembangunan infrastuktur berupa terminal dan pipa transmisi gas, namun pengembangannya terkendala pasokan gas. Terminal LNG terapung di Teluk Jakarta baru mendapatkan pasokan 1,5 juta ton dari kapasitasnya tiga juta ton per tahun.
Sementara, terminal gas di Arun, Aceh juga baru memperoleh kepastian satu juta ton dari kebutuhan tiga juta ton per tahun. Demikian pula terminal terapung di Jateng dan Lampung yang berkapasitas masing-masing tiga juta ton per tahun, belum ada kepastian pasokan gas sama sekali.
Ketidakjelasan pasokan gas ke terminal tersebut juga menghambat pembangunan pipa transmisi di Jawa dan Arun-Belawan.