REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan pemerintah akan memangkas impor LPG dari Timur Tengah. Negara akan menambah volume impor LPG dari Amerika Serikat (AS).
“Jadi kan impor LPG itu dari Timur Tengah sama Amerika Serikat. Jadi, nanti mungkin akan switch (alih) impor dari Timur Tengah itu menjadi impor dari Amerika Serikat,” ucap Yuliot ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat.
Berdasarkan data BPS, total impor LPG dengan kode HS 27111200 (propana cair) dari negara-negara kawasan Timur Tengah yang meliputi Kuwait, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) pada tahun 2024 senilai 714,725 juta dolar AS, dengan volume sebesar 1,2 juta ton.
Sedangkan dengan kode HS yang sama, impor LPG dari Amerika Serikat pada 2024 senilai 1 miliar dolar AS dengan volume sebesar 1,97 juta ton.
Lebih lanjut, dalam upaya negosiasi Indonesia ke Amerika Serikat, pemerintah berencana belanja energi dari negara tersebut senilai 15,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 250,87 triliun, yang akan terdiri atas LPG dan crude (minyak mentah), sebagai bagian dari strategi negosiasi tarif.
Yuliot mengatakan bahwa pada 2024, belanja energi dari Amerika Serikat sebesar 4,2 miliar dolar AS. Rencana peningkatan belanja energi ke Amerika Serikat yang nyaris empat kali lipat itu merupakan upaya Indonesia untuk menyeimbangkan neraca perdagangan dengan Negeri Paman Sam.
Keseimbangan neraca perdagangan menjadi hal yang penting bagi Indonesia dalam bernegosiasi agar Amerika Serikat tidak mengenakan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk-produk Indonesia.
Ia menyoroti keberhasilan Vietnam memangkas tarif resiprokal dari Amerika Serikat, dari yang sebelumnya 46 persen menjadi 20 persen, setelah melalui negosiasi.
“Langkah yang sama juga akan dilakukan Indonesia, bagaimana keseimbangan dagang. Jangan sampai (tarif) kita lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain,” ucap Yuliot.
Pada 2 April, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif sedikitnya 10 persen terhadap banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, untuk barang-barang yang masuk ke negara tersebut.
Menurut unggahan Gedung Putih di Instagram, Indonesia berada di urutan kedelapan dalam daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif Amerika Serikat, dengan besaran 32 persen.
Trump, pada 2 Juli, menegaskan tidak akan mempertimbangkan penundaan tenggat waktu 9 Juli untuk pemberlakuan kembali tarif impor tersebut.