Selasa 10 Apr 2012 15:00 WIB

Mentan: Boikot AS tak Pengaruhi Produksi CPO

Rep: Fitria Andayani/ Red: Hafidz Muftisany
Menteri Pertanian Suswono
Foto: Republika/Agung
Menteri Pertanian Suswono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Amerika memperpanjang kesempatan pada Indonesia untuk membuktikan CPO asal Indonesia tidak berkualitas buruk. Hingga saat ini, Kementerian Pertanian mencatat belum ada dampak signifikan pada angka perdanganan CPO Indonesia akibat penolakan AS.

Menteri Pertanian, Suswono menyatakan, nanti perpanjangan waktu yang diberikan oleh AS akan dimanfaatkan dengan baik. Batas pengajuan keberatan Indonesia pada notifikasi Environment Protection Agency (EPA) AS diperpanjang dari 28 Maret menjadi 27 April nanti. “AS ternyata masih memberi kesempatan kepada Indonesia. Nampaknya diperpanjang lagi,” katanya di Kantor Menko Perekonomian, Selasa (10/4).

Dia menjelaskan, CPO Indonesia memiliki daya paling tinggi untuk menurunkan emisi. “Menurut penelitian, ini yang paling efisien dibanding minyak dari kedelai maupun jagung,” katanya. Sehingga tudingan AS yang menilai CPO Indonesia merusak lingkungan amat tidak beralasan. Sebelumnya, CPO Indonesia dianggap tidak memenuhi syarat minimal standar energi terbarukan AS terkait emisi gas rumah kaca, sebesar 20 persen.

Notice of data availability (NODA) dari Environment Protection Agency (EPA) AS menyebutkan biofuel CPO Indonesia berada di level 17 persen. Sedangkan untuk renewable diesel, EPA mencatat minimal standar energi terbarukannya hanya 11 persen. AS pun meminta tanggapan Indonesia paling lambat 28 Februari tetapi kemudian mundur hingga 28 Maret nanti.

Dari data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), hasil riset peneliti Indonesia dan Uni Eropa menunjukan CPO sebagai bahan biofuel mampu mengurangi emisi gas buang 37 hingga 49 persen. Ini jauh dari emisi yang mampu diserap kedelai dan jagung yang mendominasi ekspor AS. Akibatnya sebagian pihak menilai AS merasa kehadiran sawit sebagai ancaman bagi komoditas ekspor utama AS itu. Apalagi, harganya CPO cenderung lebih murah dibanding harga minyak kedelai dan jagung sekitar 1.084 dolar AS per ton

Sejauh ini, menurut Suswono, masalah ini belum mempengaruhi ekspor CPO Indonesia. “Tidak ada penurunan ekspor CPO sejauh ini,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement