REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bank Indonesia dinilai pengamat pasar, Ifan Kurniawan terlalu agresif dalam menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 50 basis poin menjadi enam persen dari 6,5 persen.
Penurunan BI Rate sebesar 50 basis poin dikhawatirkan akan terus menekan pergerakan rupiah yang saat ini masih dibawah angka Rp9.000 per dolar AS, kata Ifan Kurniawan di Jakarta, Jumat.
Ifan Kurniawan yang juga analis PT First Asia Capital, mengatakan, BI seharusnya memperhatikan gejolak yang terjadi di Eropa mengenai krisis utang Yunani berlanjut ke Italia yang makin tak menentu.
Apabila gejolak di Eropa makin kuat yang mendorong pelaku pasar lebih suka membeli dolar AS ketimbang euro mengakibatkan dolar menguat, maka rupiah akan makin tertekan, katanya.
Ketegangan di Timur Tengah yang merupakan daerah penghasil minyak mentah juga makin hangat yang dikhawatirkan akan pecah perang, maka harga minyak mentah akan melambung.
Kondisi ini akan merepotkan pemerintah yang selama memberikan subsidi terhadap minyak mentah yang diperoleh dari anggaran pendapatan belanja negara sebesar Rp1 triliun, katanya.
Namun, lanjut dia diharapkan ketegangan di Timur Tengah tidak akan terjadi, sehingga harga minyak mentah dunia masih berada dibawah angka 100 dolar AS per barel, sehingga pemerintah tetap dapat memberikan subsidi terhadap minyak mentah itu. "Kami harapkan BI juga memperhatikan kondisi tersebut sebagai suatu ancaman apabila pecah perang di kawasan Timur Tengah itu," ucapnya.