Rabu 05 Oct 2011 14:57 WIB

Gapki: Keputusan Keluar dari RSPO dan Tentukan Standar Minyak Sawit Sendiri Tepat!

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Perkebunan sawit, ilustrasi
Foto: Antara
Perkebunan sawit, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gabungan Pengusahan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memutuskan keluar dari gabungan negara penganut Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO).  Ketua Umum Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Mangga Barani memandang keputusan Gapki adalah langkah tepat.

Dalam keanggotaan RSPO terdahulu, Gapki, kata Mangga Barani selalu memperjuangkan kepentingan negara-negara produsen. Sementara anggota-anggota RSPO didominasi oleh negara-negara industri dan konsumen kelapa sawit. Akibatnya, setiap pengambilan keputusan secara voting, kepentingan produsen (seperti Gapki) kurang mendapat perhatian dan manfaat.

“Ini waktu yang tepat bagi Indonesia untuk memperkenalkan ISPO,” katanya Mangga Barani saat dihubungi wartawan, Rabu (5/10). Indonesia Sustainable Palm Oil merupakan standar kelapa sawit berkelanjutan yang menggunakan peraturan Indonesia.

Standar ISPO, kata Mangga Barani lebih tepat, mengingat Indonesia merupakan negara pemiliki lahan sawit terbesar di dunia sekaligus penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Jadi, sudah sewajarnya Indonesia berani menentukan standarnya sendiri.

Tak kalah penting, pemerintah harus berhasil meyakinkan negara-negara luar negeri tentang ISPO dan meyakinkan organisasi perdagangan dunia (WTO). “Harapannya, ISPO dapat menjadi acuan bagi perdagangan kelapa sawit dunia di masa depan,” katanya

Ketetapan ISPO berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.19/ Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011. Aturannya resmi berlaku  sejak  Maret 2012. Aturan itu mewajibkan seluruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah  bersertifikat ISPO maksimal 31 Maret 2014.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement