REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Keuangan tetap menginginkan pengaturan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tetap diberlakukan agar tidak membebani subsidi energi dan meningkatkan defisit anggaran. "Kita minta untuk langkah-langkah istilahnya pembatasan bisa dilaksanakan untuk menjaga tidak terjadi kenaikan subsidi BBM," ujar Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati di Jakarta, Selasa (28/6).
Untuk itu ia meminta kepada Kementerian ESDM untuk segera mengkoordinasikan pengaturan BBM selambat-lambatnya pada semester II 2011 ini. "Kita mintakan kepada Kementerian ESDM yang akan menkoordinir untuk dilakukan pembatasan karena tren konsumsi lebih tinggi daripada biasanya. Kita minta melakukan hal itu pada tahun ini," ujar Anny.
Menurut dia, apabila pengaturan bisa dilakukan pada 2011, maka defisit anggaran bisa dipertahankan pada angka plus minus 0,1 persen dari dua persen. "Kita minta Kementerian ESDM melakukan pembatasan, karena kalau tidak implikasinya ada kenaikan subsidi listrik dan BBM. Kalau soal defisit masih difinalkan dalam sidang tapi kita jaga-jaga mudah-mudahan tidak lebih dari 2,1 persen," ujarnya.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pengaturan BBM bersubsidi tersebut perlu diberlakukan namun opsinya tidak dengan membatasi penggunaan premium. Ia lebih menginginkan BBM bersubsidi tersebut dapat terpakai dengan lebih disiplin dan tepat sasaran kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
"Tetap pengetatan dalam disiplin pengunaan BBM, kalau terjadi over maka ada yang tidak beres, ini maksud saya yang harus dibenahi," ujarnya.
Sementara Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan apabila segera ada keputusan pengaturan BBM bersubsidi maka akan terjadi dampak ringan terhadap inflasi. Namun, operasional pengaturan BBM bersubsidi apabila diberlakukan juga sulit untuk diterapkan dan bisa menimbulkan permasalahan baru.
"Migrasi (kepada pertamax) akibat pembatasan BBM dampaknya tidak seberat naik langsung tapi operasional pengaturan BBM bersubsidi jauh lebih sulit diterapkan daripada menaikkan harga," ujar Rusman.
Sedangkan, Rusman mengatakan apabila ada kenaikan harga BBM bersubsidi maka dipastikan akan berdampak inflasi sebesar 0,25 hingga 0,5 persen. "Soal dampak langsung bisa menyebabkan inflasi 0,25 persen dari kenaikan premium Rp 500, kalau naik Rp 1000 maka mengakibatkan inflasi 0,5 persen," ujarnya.
Menurut dia, apabila angkutan umum ikut dikenakan kenaikan BBM maka secara tidak langsung akan menyebabkan kenaikan tarif barang dan jasa yang berdampak langsung terhadap kenaikan inflasi. "Kalau diberlakukan untuk semua pengguna angkutan umum ada dampak kenaikan tarif barang dan jasa, sehingga bisa menyebabkan kenaikan inflasi lagi," ujar Rusman.