Jumat 18 Mar 2011 16:42 WIB

Ekspor dari Banyumas ke Jepang Belum Terganggu

Rep: eko widiyanto/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,BANYUMAS--Ekspor berbagai komoditi dari wilayah eks Karesidenan Banyumas ke Jepang, sampai saat ini masih belum terganggu. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Banyumas, Purwadi Santosa, menyatakan dari Banyumas ada beberapa komoditi yang sudah diekspor ke negara itu. Antara lain, gula kelapa dan minyak atsiri.

''Namun sepertinya ekspor kedua komoditi tersebut, masih belum terganggu. Sampai saat ini, saya masih belum menerima adanya keluhan dari pengusahanya mengenai masalah ekspor tersebut,'' katanya, Jumat (18/3).

Diakui, untuk komoditi minyak atsiri yang digunakan sebagai bahan baku minyak wangi, ekspor tidak hanya dikirimkan ke Jepang. Tapi juga ke beberapa negara lain seperti AS dan Eropa. Sedangkan untuk gula kepala, kebanyakan memang diekspor ke Jepang, Taiwan dan Korea, sebagai bahan baku saus makanan.

Belum terpengaruhnya ekspor ke Jepang, juga diakui eksportir ikan di Cilacap dan pengusaha kayu olahan di Purbalingga. Ketua Asosiasi Pengusaha Kapal Ikan Cilacap, Sanpo, mengaku sejauh ini belum ada penghentian pengiriman ikan ke Jepang.

''Kalau ada perubahan, mungkin baru diketahui pekan depan. Sampai sekarang, eksportir ikan di Cilacap masih mengirim ikan Tuna ke negara itu,'' katanya.

Meski demikian, dia memperkirakan, ekspor ikan ke negara yang baru dilanda gempa tersebut tidak akan mengalami pengurangan atau bahkan dihentikan. 'Ikan sudah menjadi kebutuhan makanan pokok di Jepang. Malah kemungkinan permintaan ikan dari negara itu akan meninggat, karena banyak nelayan Jepang tidak bisa mencari ikan akibat gempa. Padahal, ikan merupakan bahan makanan utama bagi warga negara itu,'' katanya.

Selama ini, kata Sanpo, ekspor ikan dari Cilacap ke Cilacap, hanya berupa ikan tuna. Sebenarnya, negara tersebut juga menerima ikan jenis lain seperti Ubur-ubur dan udang. Namun sudah empat tahun ini, perairan Cilacap tidak menghasilkan udang dan ubur-ubur sehingga tidak ada ekspor kedua jenis ikan tersebut ke Jepang.

Mengenai volume, Sanpo mengaku tidak tahu persis datanya. Namun dia menyebutkan, setiap tahun ekspor ikan tuna itu mengalami penurunan. Bukan karena adanya pembatasan dari pemerintah Jepang, tapi karena produksi ikan tuna dari Cilacap sendiri mengalami penurunan.

''Saya tidak tahu datanya. Eskportir di Cilacap, biasanya mengepul ikan tuna dari pengusaha-pengusaha kapal penangkap ikan. Saya memperkirakan ekspor ikan ke Jepang mengalami penurunan, karena sejak tahun 2010 lalu, ikan tangkapan nelayan Cilacap mengalami penurunan,'' katanya.

Sanpo sendiri, mengaku saat ini hanya bisa mendapat ikan tuna 3-4 kwintal per bulan, Padahal sebelumnya bisa sampai 8 kwintal hingga 1 ton. Ikan ini diekspor ke Jepang dengan harga 700-800 yen per kg. Harga ini mengalami pernurunan, karena pada tahun 2009 lalu bisa mencapai 1.000 yen per kg.

Mengenai ekspor kayu olahan dari Purbalingga, pengusaha kayu olahan PT NYP, Rahmat Aripin, juga mengaku hingga sekarang tidak ada pembatasan ekspor ke Jepang. ''Sampai sekarang, belum ada pembatasan. Ekspor kita ke negara itu masih lancar-lancar saja,'' jelasnya.

Dia menyebutkan, jenis kayu olahan yang dikirim ke negara tersebut, adalah berupa alas piring makan yang terbuat dari kayu pinus. ''Setiap bulan kita masih mengirim 3-4 kontainer alas piring makan ke Jepang,'' katanya.

Bahkan disebutkan, saat ini pihaknya sedang menjajaki kemungkinan mengekspor sumpit. Tapi sampai saat ini masih belum berhasil. ''Mungkin beberapa bulan ke depan, kita baru bisa mengekspor sumpit,'' katanya.

Dia juga optimistis, bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda wilayah Jepang bagian utara tidak sampai mempengaruhi ekspor kayu olahan yan diproduksinya. ''Sepertinya ekspor kita tak akan terpengaruh. Yang mengalami bencana kan hanya Jepang bagian Utara. Wilayah lain, termasuk ibukota negara itu, Tokyo, relatif aman. Jadi saya kira kemampuan ekonomi negara itu tidak akan terlalu terpengaruh,'' katanya.

Kabag Perekonomian Pemkab Purbalingga, Mukodam juga menyebutkan, sejauh ini tidak ada pengusaha komoditas ekspor yang mengeluh ekspornya terganggu akibat gempa di Jepang. ''Selain produk kayu olahan, komoditi dari Purbalingga yang diekspor ke Jepang adalah wig dan bulumata palsu. Tapi sejauh ini, tidak ada pengusaha kedua komoditi tersebut yang mengeluh ekspornya terganggu,'' jelasnya.

Untuk produk wig, Mukodam menyebutkan, selain dieskpor ke Jepang, juga diekspor ke beberapa negara Asia lain, AS dan Eropa. ''Jadi kalau pun eskpor ke Jepang terganggi, masih ada daerah tujuan eskpor lainnya,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement