REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi V DPR Arifinto menyatakan prihatin atas belum terhuninya 74 dari 78 Twin Block Rumah Susun (Rusun) Sederhana yang telah diselesaikan pembangunannya dan pemerintah diminta agar segera berkoordinasi dengan pihak terkait agar rusun tersebut segera dimanfaatkan masyarakat. "Terlantarnya 74 dari 78 rumah susun yang telah selesai dibangun sangat ironis dengan target pemerintah untuk membangun 1.000 rumah susun sederhana tahun ini. Kalau rusun yang sudah jadi saja tidak bisa segera diserap oleh masyarakat, bagaimana dengan pembangunan selanjutnya," katanya di Jakarta, Kamis (17/3).
Pemerintah, katanya, beralasan bahwa belum termanfaatkannya rusun tersebut adalah disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu belum tersambungnya listrik dan air (sharing pihak penerima bantuan), belum tersedianya meubelair (sharing pihak penerima bantuan), masih dalam proses seleksi penghuni, masih dalam proses penyempurnaan bangunan (finishing), dan masih menunggu tahun ajaran baru (penerimaan mahasiswa baru).
Namun demikian, ia menambahkan, bagaimanapun ini menunjukkan ketidaksigapan pemerintah dalam melaksanakan programnya terutama berkaitan dengan target pembangunan 1.000 rumah susun. Akibatnya uang rakyat yang digunakan untuk pembangunan menjadi mubazir dan target terancam tidak tercapai.
Politisi PKS itu juga meminta agar pemerintah mengkaji penyebabnya seperti, kesiapan masyarakat dengan perubahan dari budaya landed home menjadi tinggal di rumah susun, ketersediaan infrastruktur sarana seperti listrik dan air, ketersediaan sarana lingkungan seperti lahan terbuka, tempat ibadah, sekolah, dan kemudahan pembiayaan.
"Pemerintah harus melakukan kajian yang mendalam terhadap sebab-sebab belum terhuninya rusun tersebut. Jangan sampai anggaran pemerintah yang telah dialokasikan untuk mendukung target terbangunnya 1.000 rusun menjadi sia-sia, yang ujungnya adalah tidak terlayaninya kebutuhan masyarakat," katanya.
Di sisi lain, Arifinto menambahkan bahwa pembangunan rumah susun sederhana harus serius dijalankan oleh pemerintah agar backlog perumahan yang saat ini mencapai 8 juta unit rumah bisa segera dipenuhi, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak salah sasaran. Dia juga mengingatkan bahwa pemilihan lokasi penempatan perumahan maupun rumah susun juga harus sesuai dengan rencana tata ruang di daerah.
"Pasal 158 UU no. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengatur ancaman hukuman bagi pejabat di daerah yang memberikan izin perumahan pada lokasi yang tidak semestinya," ujarnya.