Jumat 11 Feb 2011 14:47 WIB

Menteri BUMN Santai Tanggapi Saham Garuda Anjlok

Rep: Fitria Andayani/ Red: Djibril Muhammad
Menteri Negara BUMN, Mustafa Abubakar
Menteri Negara BUMN, Mustafa Abubakar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Harga saham PT Garuda Indonesia (GIAA) Tbk langsung turun 130 poin saat pertama kali diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (11/2). Kondisi pasar modal yang sangat fluktuatif saat ini dijadikan kambing hitam atas penurunan tersebut.

Saham garuda tercatat sebagai emiten ketiga yang melakukan pencatatan perdana saham di BEI pada 2011 ini. Harga saham Garuda pertama kali dibuka dengan harga Rp 700. Lebih rendah dari harga yang ditetapkan Rp 750. Harganya bahkan sempat menyentuh titik terendah di Rp 620 hingga Rp 580.

Meskipun demikian, Menteri BUMN Mustafa Abubakar tidak terlalu mengkhawatirkan hal tersebut. "Ini hal yang biasa. Volatilitas pasar modal memang sangat tinggi akhir-akhir ini, baik di dalam negeri, global, maupun regional," ujarnya.

Menurutnya, penurunan harga tersebut sudah diperkirakan oleh Kementerian maupun pihak Garuda. "Kami sejak jauh hari sudah menyiapkan mental dan strategi bila hal ini terjadi. Ini konsekuensi pasar modal," katanya. Namun demikian, Mustafa tetap berharap agar harga saham Garuda bisa membaik di hari-hari berikutnya. "Seiring dengan perbaikan kinerja Garuda berkat tambahan modal yang didapatkan dari penawaran saham di lantai bursa ini," ujarnya.

Mustafa menyatakan, penawaran umum perdana saham (IPO) adalah jalan yang terbaik bagi Garuda untuk mendapatkan tambahan modal. "Ini adalah saat yang kami tunggu sejak lama," katanya. Menurutnya, selama ini Garuda kesulitan memperbaiki kinerjanya karena terkendala modal. "IPO inilah sarana yang paling murah untuk mendapatkan tambahan modal tersebut," katanya.

IPO Garuda terbilang tidak terlampau sukses ketimbang IPO BUMN lainnya macam Karakatau Steel ataupun Mandiri. Dari 6,3 miliar saham yang ditawarkan, hanya sekitar 52 persen atau 3,3 miliar lembar yang diserap oleh pasar lewat perdagangan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) yang berlangsung pada 2, 4, 7, dan 8 Februari 2011.

Sementara sekitar 48 persen saham atau senilai Rp 2,25 triliun terpaksa diserap oleh 3 penjamin emisi efek utama yaitu PT Bahana Securities, PT Danareksa Sekuritas, dan PT mandiri Sekuritas. Saham sisa tersebut juga diserap oleh 50 sindikasi penjamin emisi efek lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement