REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Bank Dunia dalam proyeksi ekonomi global meminta negara-negara berkembang untuk mewaspadai adanya kenaikan harga pangan terhadap kemungkinan gangguan iklim dan kuatnya permintaaan pada 2011. "Kami sangat prihatin dengan kenaikan harga-harga pangan, dan ini berlangsung di seluruh dunia. Kami melihat beberapa kesamaan dengan situasi dua tahun lalu pada 2008, hanya sesaat sebelum krisis," ujar Direktur Prospek Pembangunan Bank Dunia Hans Timmer dalam telekonferensi di Jakarta, Kamis (13/1).
Menurut dia, kenaikan harga pangan ini dapat mempengaruhi pasar internasional. Untuk itu setiap negara harus menjamin keberlangsungan perdagangan komoditas dan menyiapkan cadangan pangan stok dalam negeri agar harga tidak merambat naik. "Krisis pangan global tidak berhenti secara langsung. Ini sudah berlangsung hampir sepanjang tahun dan membutuhkan situasi ketat agar gangguan ini dapat diatasi dan harga-harga kembali normal," ujarnya.
Ekonom Senior Bank Dunia untuk Indonesia Enrique Blanco Armas menambahkan kenaikan harga beras yang terjadi di Indonesia disebabkan kurangnya pasokan dan untuk menstabilkan harga, pemerintah perlu melakukan operasi pasar secara intensif sebelum masa panen pada Februari. "Operasi pasar yang dilakukan pemerintah harus diinsentifkan agar sebelum masa panen untuk menjamin kepastian harga," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, pemerintah juga perlu untuk memberikan insentif kepada petani untuk meningkatkan produktivitas beras serta menjamin kelancaran distribusi. Untuk itu, sepanjang tahun ini diperlukan upaya untuk mengatasi perubahan iklim dan cuaca yang mempengaruhi produktivitas harga komoditas seluruh dunia dan berdampak inflasi secara keseluruhan.
"Bukan hanya Indonesia yang mengalami ini, apalagi harga beras Indonesia lebih tinggi dari harga internasional. Apabila tidak menyiapkan cadangan pangan, secara keseluruhan bisa mempengaruhi inflasi dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Bank Dunia mencatat gangguan yang berhubungan dengan cuaca terhadap produksi bahan pangan menggerakan inflasi menjadi 6,9 persen yoy pada Desember, 6,3 persen yoy pada November dari 5,7 persen yoy pada Oktober. Harga padi-padian (termasuk beras) meningkat sebesar 25 persen yoy, dan menjadi tingkat tertinggi sejak krisis bahan pangan pada 2006 karena kelas menengah ke bawah mengkomsumsi porsi bahan pangan yang lebih besar
dalam susunan konsumsi mereka.
Inflasi inti masih tetap bertahan pada 4,3 persen dan meskipun meningkat secara bertahap, masih dibawah tingkat yang tercatat pada 2008 sehingga BI tidak mengubah suku bunga acuan (BI Rate) pada angka 6,5 persen. Sementara, harga-harga komoditas dunia mulai meningkat pada beberapa bulan terakhir. Pada November, harga komoditas non energi dalam dolar AS, harga pangan dan bahan mentah masing-masing meningkat sebesar 3,4 persen, 4,9 persen dan 7,6 persen.
Pendorong dan faktor utama adalah kuatnya permintaan dari ekonomi-ekonomi baru, terutama China serta gangguan pasokan pada sektor pertanian.