REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengamat pasar uang, Farial Anwar memperkirakan rupiah pada Selasa (21/12) masih akan terkoreksi. Kondisi disebabkan pelaku pasar masih melepas rupiah, menyusul memburuknya pasar global.
"Ketidakpastian pertumbuhan ekonomi di AS dan Eropa merupakan faktor utama yang menekan rupiah kembali merosot, meski dalam kisaran sempit," katanya di Jakarta, Senin (20/12). Rupiah pada Senin turun 10 poin menjadi Rp9.035 per dolar.
Direktur Currency Management Group itu mengatakan, kalau harga minyak terus melemah maka rupiah akan makin terpuruk. "Harga minyak yang saat ini mencapa8 88-89 dolar per barel diperkirakan akan dapat mencapai 100 dolar, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan makin melambt," ucapnya.
Situasi ini, lanjut dia, disebabkan pemerintah melalui APBN makin sulit untuk melakukan subsidinya, karena nilai subsidi itu sangat besar. "Kami memperkirakan pemerintah kesulitan untuk melakukan subsidi yang nilainya cukup besar," ucapnya.
Menurut dia, rupiah saat ini masih belum bisa bergerak leluasa dan tetap dalam kisaran sempit antaraRp9.020 hingga Rp9.050 per dolar. "Upaya Bank Indonesia (BI) untuk tetap berada di pasar merupakan faktor utama yang menahan rupiah agar tidak terpuruk lebih jauh," ujarnya.
Faktor fundamental ekonomi yang makin kuat dan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat merupakan modal bagi rupiah untuk dapat kembali membaik. "Apabila pelaku asing masih belum masuk pasar untuk melakukan investai maka rupiah sulit untuk dapat bergerak naik," katanya.