Sabtu 11 Dec 2010 03:25 WIB

RI-Jepang Sepakat Tuntaskan MRT

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA--Pembangunan moda angkutan rel bawah tanah alias Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta makin mendekati kenyataan. Hal itu tertuang dalam penandatangan memorandum of cooperation (MoC) antara Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Luar Negeri Jepang Seiji Maihara di sela Bali Democracy Forum III di Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Jumat (10/12). Kerjasama itu tentang Metropolitan Priority Areas (MPA) di bidang investasi dan industri.

MPA ini merupakan contoh konkret dari salah satu implementasi pembangunan koridor ekonomi Indonesia. Untuk tahap pertama, kawasan metropolitan yang dijadikan prioritas adalah Jabodetabek. Hatta usai penandatanganan MoC mengatakan, Jabodetabek merupakan koridor dari east sumatera dan north west java.

"Daerah ini (Jabodetabek) merupakan daerah industri terbesar di Asia. Kedua, daerah ini juga daerah pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, namun membutuhkan suatu perhatian untuk meningkatkan satu infrastruktur yang sangat penting," kata Hatta.

Proyek riil dari peningkatan infrastruktur di Jabodetabek adalah mewujudkan MRT. "Proyek-proyek itu first priority-nya adalah fast track-nya itu adalah terkait dengan hal-hal yang berkaitan dengan misalkan MRT fast track, kita tidak cukup dengan selatan utara saja, tapi timur barat dan sebagainya," kata Hatta. Maksudnya, MRT yang akan dibangun nanti tidak hanya dari selatan Jakarta hingga ke pusat kota, tapi terus ke kawasan Kota di Jakarta Utara.

"MRT tidak cukup hanya dari Fatmawati atau dari selatan Lebak bulus sampai ke HI, tidak cukup, harus nyambung lagi sampai ke kota, itu pun tidak cukup karena timur-barat harus dibangun, tapi harus membangun juga feeder-feeder-nya dan circle lines-nya," kata pria berambut perak ini.

Ketika ditanya soal dana, program MPA ini berkisar dua puluh miliar dolar AS. "Kalau menggunakan (data) koran Asahi Shimbun, nilainya dua triliun yen, berarti dua puluh miliar dolar AS hanya untuk MPA, itu perkiraan, belum fix, angka persisnya akan kita hitung," kata Hatta.

Menurut dia, pendanaan ini akan mengabungkan public-private partnership (PPP) dan foreign direct investment (FDI). Dana juga bersumber dari swasta Jepang, swasta Indonesia, dan sisanya pinjaman (loan). MPA tidak hanya menggarap Jabodetabek. Hatta mengatakan, MPA adalah kerjasama yang terkait dengan pembangunan koridor ekonomi Indonesia.

"Jadi akan ada pusat pertumbuhan industri baru di daerah tersebut, lengkap dengan pelabuhannya dan sebagainya, kemudian membenahi jaringan-jaringannya agar connectivity-nya bisa membuat ongkosnya lebih murah," kata Hatta.

Menurut dia, pembangunan kawasan industri akan disesuaikan dengan lokasinya. "Koridor Kalimantan basisnya adalah resources yang di sana, misalkan mineral, oil, dan gas menjadi pusat petrochemical. Kemudian, oil chemical di Sumatera," kata Hatta.

Di Papua juga ada basis pangan, seperti di Manokwari dan Sorong. Pola pengembangan industri baru di Jakarta akan jadi model di kota lain. "Kita harapkan menjadi satu model untuk kemudian meningkatkan pada daerah-daerah metropolitan yang terkait dengan kawasan industri, misalkan Medan, Makassar, Surabaya, dan sebagainya," kata Hatta.

Pembangunan infrastruktur ini tidak hanya membangun MRT saja. "Kereta api, termasuk di dalamnya pembangkit-pembangkit listrik, suplai air bersih, pembangunan seaport baru, airport baru, kemudian juga kawasan-kawasan industri baru," kata Hatta.

Akhirnya terbentuk suatu kawasan terintegrasi yang sangat baik. Kapan proyek akan dilaksanakan?, "Kita akan membentuk yang kita sebut dengan tim pengarah dan tim teknis di mana kita akan menyelesaikan mulai 2011 first quarter," kata Hatta.

Dua tim itu akan menyelasaikan master plan yang diharap selesai akhir 2011. Kemudian, pada 2012 dilakukan feasibility study dan 2013 langsung mengerjakan proyek yang diharap selesai 2020. Hatta mengingatkan, kawasan industri yang baik akan meningkatkan pertumbuhan.

"Karena kalau kawasan industri kita tidak dibenahi dia akan ngerem pertumbuhannya. Misalnya, yang terkait dengan connectivity menuju ke pelabuhan, pelabuhan-pelabuhan baru, itu kan semuanya mendesak, kalau tidak maka ekonominya itu akan mengalami problem, karena seaport-nya congested kan sekarang," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement