Rabu 08 Dec 2010 20:22 WIB

Bank Dunia Kumpulkan Pemburu Korupsi Global

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON--Para pejabat antikorupsi dari 134 negara berkumpul di kantor Bank Dunia di Washington, pada Selasa, dalam upaya meningkatkan perlawanan terhadap korupsi dan penipuan, terutama di negara berkembang.

Pertemuan pertama International Corruption Hunters Alliance (Aliansi Pemburu Korupsi Internasional), sebuah jaringan lebih dari 200 pejabat antikorupsi, dibuka di markas pemberi pinjaman pembangunan di Washington.

Presiden Bank Dunia Robert Zoellick mencatat bahwa upaya individu dan jaringan yang lebih kecil mencapai keberhasilan melawan korupsi, tetapi upaya yang terkoordinasi diperlukan.

"Ketika ada pembatasan fiskal di banyak negara-negara donor, kami perlu lebih menggarisbawahi kepada donor dan penerima bahwa setiap dolar pembangunan akan dihabiskan sebagaimana dimaksudkan, untuk mengatasi kemiskinan, meningkatkan pertumbuhan, dan kesempatan," katanya dalam pidato pembukaan.

"Aliansi ini bisa membantu kita membangun lokal meningkatkan transparansi, memperkuat aturan pengadaan, menetapkan standar yang lebih tinggi dan memburu penjahat. Bertindak bersama-sama, kita dapat lebih efektif."

Pertemuan ini adalah pertama kalinya pejabat antikorupsi bertemu untuk membahas bagaimana untuk memajukan penyidikan dan penuntutan terhadap orang-orang dan entitas korup, termasuk mereka yang menipu proyek-proyek Bank Dunia.

Pertemuan tiga hari secara finansial didukung oleh pemerintah Australia, Norwegia dan Denmark. "Para koruptor mencuri dari orang miskin, tetapi mereka dibantu oleh acuh tak acuh. Terlalu lama upaya korupsi mengandalkan kritis terlalu banyak pada keberanian individu yang terlalu sering, harus bertindak sendiri," ujar Zoellick.

"Namun, kepahlawanan individu bukan sebuah strategi berkelanjutan dan efektif untuk menghilangkan korupsi. Oleh karena itu kita berkumpul di sini di Washington untuk menarik kekuatan kita dan belajar dari satu sama lain tentang cara membuat jaringan pemburu korupsi yang kuat."

Ia memberikan sebagai contoh sebuah keputusan baru-baru ini oleh pengadilan tertinggi Prancis yang membuka jalan bagi pengawas global Transparency International untuk menyelidiki aset tiga pemimpin Afrika di Prancis.

Pada saat sama, organisasi swadaya masyarakat menyambut keputusan 9 November itu sebagai "tonggak sejarah hukum yang cukup besar" karena itu pertama kalinya Prancis mengakui tindakan kolektif dari sebuah asosiasi antikorupsi dapat diterima sebelum pengadilan pidana.

Zoellick mengatakan International Corruption Hunters Alliance "bisa membantu kita belajar bagaimana untuk mengejar penuntutan lebih multiyurisdiksi". "Keputusan baru-baru ini oleh pengadilan tertinggi Prancis untuk memungkinkan keluhan dua LSM diteruskan akan menghasilkan penyelidikan resmi tentang bagaimana kemungkinan hasil korupsi dibelanjakan di Prancis oleh kepala pemerintahan asing."

sumber : ant/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement