REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Importir Uni Emirat Arab berminat untuk impor produk dari DIY berupa buah-buahan seperti salak manggis, rambutan dan kerajinan seperti batik, tas perempuan dan barang-barang kerajinan lain. Tetapi mereka membutuhkan kualitas yang lebih baik.
Hal itu dikemukakan Ketua Umum KADIN (Kamar Dagang dan Industri) Provinsi DIY Nur Achmad Affandi usai melakukan pertemuan dengan Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX, Duta Besar Indonesia di Uni Emirat Arab (UEA) M. Wahid Supriyadi dan tiga importir (makanan, kerajinan dan barang-barang souvenir) dari UEA, di Kepatihan Yogyakarta, Senin (18/10). ''Sekarang ini kami sedang mengidentifikasi pengusaha-pengusaha yang mempunyai kemampuan dengan kapasitas dan kualitas produk yang mampu memenuhi kebutuhan para importir dari UEA,''kata dia.
Salah satu persyaratan yang diminta oleh importir dari UEA adalah untuk kerajinan emas, perak harus ada sertifikat dari pemerintah, misalnya perak itu berbahaya tidak dan kandungannya bagaimana. ''Sudah saya sampaikan kepada Pak Wagub dan Pak Wagub mengatakan kalau hal itu harus difasilitasi oleh pemerintah daerah, maka pemerintah daerah siap,''tutur Nur. Karena itu rencananya akan dilakukan pertemuan yang sangat fokus antara KADIN DIY dengan importir dari UEA. Produk ekspor dari DIY sekarang memang sudah mulai beralih ke Eropa Timur, Afrika dan Arab Saudi.
Lebih lanjut dia mengatakan memang pemerintah daerah harus menjadi fasilitator dan menyesuaikan dengan perkembangan pasar. Karena faktanya industri kerajinan dari DIY mulai banyak ke Eropa Timur dan Afrika serta UEA.
Dari data yang ada ekspor Indonesia ke Arab Saudi pada tahun 2009 yang paling banyak perhiasan, tekstil dan produk tekstil, kertas, sabun, alat tulis, minyak goreng. Total ekspor ke Arab Saudi secara nasional pada tahun 2009 sekitar 1,265 triliun dan pasar mereka cenderung tumbuh, khususnya untuk produk tanaman, minyak goreng dan kerajinan.
Para importir dari Arab Saudi itu juga melakukan reekspor produk dari Indonesia ke Iran. ''Jadi pedagang UEA impor ke Indonesia dan mereka ekspor kembali ke beberapa negara seperti ke Iran,''tutur Nur. Yang menjadi hambatan bagi importir ( pengusaha yang mau mengimpor produk dari Indonesia) rata-rata keluhannya di pelayanan di keimigrasian.
Mereka mengeluhkan untuk mengurus administrasi saja perlu waktu satu jam di imigrasi, sehingga mereka kehilangan waktu . Hal ini harus menjadi koreksi betul. Kalau kita mau go internasional ya kita harus menyesuaikan bahwa bisnis sekarang ini ya pelayanan yang baik dan cepat,''ungkap dia.