REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjajaki kerja sama pasokan gas dari Rusia. Hal ini untuk menyiasati minimnya gas untuk bahan baku pupuk di dalam negeri.
Direktur Jenderal Industri Manufaktur Kemenperin, Panggah Susanto, mengatakan kini Direktorat Industri Kimia Dasar Kemenperin tengah mengunjungi negara di Eropa Timur itu. "Pak Tony (Tanduk, Direktur Industri Kimia Dasar) sekarang sedang ke sana. Senin (18/10) akan kembali," katanya ketika ditemui usai jumpa pers, di Jakarta, Rabu (13/10).
Saat ini, pemerintah memiliki target merevitalisasi industri pupuk untuk mendukung sektor pertanian. Yaitu, membangun enam pabrik urea, termasuk mengganti lima pabrik tua. Masing-masingnya, berkapasitas produksi sekitar 3,5 juta ton. "Pembangunan pabrik ini kendalanya butuh investasi besar. Mau nggak mau kita undang investor dengan jaminan infrastruktur dan pasokan bahan baku. Kalau ini bisa kita yakinkan, itu potensinya ada," kata Panggah.
Panggah melanjutkan, baru dua pabrik pupuk urea yang mendapat kepastian bahan baku yaitu PT Pupuk Kaltim (PKT) V dan PT Petrokimia Gresik (Petrogres). PKT mendapat pasokan dari Vico Indonesia di blok Eastkal sebanyak 80 mmscfd sementara Petrogres dari ExxonMobil di blok Cepu sebanyak 85 mmscfd. "MoU antara Petrogres dan ExxonMobil akan diperpanjang setelah operator lapangan gas Cepu ditetapkan secara definitif," ucapnya.
Sementara, untuk kemungkinan kerja sama degan negara-negara pemasok bahan baku fosfat dan kalium untuk pengembangan pupuk majemuk sudah dijajaki dengan perusahaan dari Yordania. Kerja sama itu tertuang dalam joint venture agreement antara Petrogres dengan Jordan Phospate Mines Company untuk pabrik asam fosforik di Gresik yang beroperasi mulai 2013. Sementara, PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) Holding telah menandatangani MoU dengan perusahaan yang sama untuk pembangunan pabrik NPK.