REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus memperbaiki mekanisme penyaluran pupuk subsidi. Di beberapa kesempatan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaemen menegaskan, kebijakan ini demi memudahkan petani dalam mendapatkan produk tersebut.
Sebagai penegasan, pada 30 Januari 2025, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Ada sekitar 145 aturan pupuk subsidi yang dipangkas. Ketua Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) Sekolah Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Faroby Falatehan menilai hal tersebut merupakan langkah positif. Namun perlu dipertimbangkan hal-hal teknis terkait kesiapan Gapoktan (Gabungan kelompok Tani) untuk melaksanakan tugas penyaluran, yang sebelumnya dilakukan oleh kios pengecer.
"Pemerintah melakukan ini supaya mengurangi kelangkaan pupuk, dan supaya dapat harga yang tepat bagi petani," kata Faroby dalam konferensi pers secara daring, pada Kamis (13/2/2025).
Ia menilai, keadaan demikian upaya pemerintah untuk terus memperbaiki penyediaan dan penyaluran pupuk subsidi. Data petani juga dirapikan. Sehingga meminimalir bahkan menghilangkan potensi salah sasaran.
Pertanyaannya, bagaimana kondisi di lapangan? Apakah Gapoktan sudah memiliki kapabilitas menjalankan apa yang ditugaskan? Menurut Faroby, tim dari IPB melakukan survei pada bulan Januari-Februari 2025, di Provinsi Jawa Barat, antara lain di Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Karawang.
Masing-masing Kabupaten yang menjadi sampel dipilih dua kecamatan, untuk masing- masing kecamatan dipilih secara acak 1-2 desa. Kemudian surveyor akan mengambil responden ketua poktan dan ketua gapoktan yang ada di desa tersebut, PPL kecamatan atau desa, kios pengecer yang ada di kecamatan atau desa dan distributor wilayah tersebut. Adapun total responden untuk Provinsi Jawa Barat adalah 107 responden, terdiri dari 9 Ketua Gapoktan, 78 Ketua Poktan, 7 Penyuluh Pertanian, 7 kios penyalur pupuk subsidi dan 6 distributor pupuk subsidi.
Faroby menerangkan, berdasarkan hasil survei tersebut, terdapat tiga kesimpulan. Pertama, seluruh responden (100 persen) Gapoktan di Provinsi Jabar dinilai belum layak menjadi Penyalur Pupuk Bersubsidi. Kedua, berdasarkan uji kesiapan Gapoktan dan Pendampingan menjadi Penyalur Pupuk Subsidi di wilayah amatan Provinsi Jabar, maka tidak ada gapoktan yang siap 100 persen menjadi penyalur pupuk subsidi. Sehingga sebelum mekanisme penyaluran melalui Gapoktan tersebut dilaksanakan, maka perlu dilakukan pendampingan dan persiapan yang akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan dana yang cukup besar.
"Regulasi mewajibkan penyalur memiliki stok pupuk minimal untuk satu minggu. Gapoktan seringkali tidak memiliki modal awal, sehingga berpotensi mengalami kekosongan stok, dan menolak layanan pada tani. Jika permodalan diperoleh dari perbankan, maka bunga pinjaman dapat menyebabkan harga pupuk melebihi harga eceran tertinggi, yang juga berpotensi menimbulkan Konsekuensi hukum," tutur Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Bidang Kebijakan Ekonomi Pertanian dan Sumber Daya Berkelanjutan itu.
Apabila pemerintah tetap memaksakan Gapoktan sebagai penyalur pupuk bersubsidi, sambung Faroby, maka berisiko menimbulkan dampak sebagai berikut, pertama melanggar peraturan persyaratan sebagai badan usaha penyalur pupuk bersubsidi. Kedua, terjadinya penolakan layanan kepada petani penerima pupuk bersubsidi akibat ketiadaan stok persediaan pupuk bersubsidi. Ketiga, tingginya penolakan hasil verifikasi-validasi atau temuan audit yang dapat merugikan Gapoktan akibat hasil penyaluran tidak dibayar oleh pemerintah. Keempat, terjadinya penyimpangan penggunaan anggaran negara untuk subsidi pupuk.
Dari berbagai pertimbangan di atas, Faroby dan tim memiliki saran untuk pemerintah, juga buat sejumlah kalangan terkait lainnya. Pertama, penundaan sementara mekanisme Gapoktan sebagai penyalur pupuk bersubsidi, hingga indikator Kepemilikan Legalitas, Kemampuan Pengarsipan, Kemampuan Administrasi Pelaporan, Kemampuan Pengelolaan Keuangan, Kemampuan Pemodalan, Kemampuan Penyimpanan, dan Kemampuan Teknologi Informasi sebagai prasyarat Gapoktan untuk menjadi penyalur pupuk bersubsidi dipenuhi semua, oleh seluruh Gapoktan yang bersedia/ditunjuk sebagai penyalur pupuk bersubsidi.
Kedua, apabila pemerintah tetap memilih melanjutkan mekanisme Gapoktan sebagai penyalur pupuk bersubsidi, maka diperlukan wilayah uji coba atau pilot project, yang diiringi dengan pendampingan terhadap pemenuhan tujuh indikator prasyarat Gapoktan, untuk menjadi penyalur pupuk bersubsidi. Ketiga, dalam wilayah uji coba atau pilot project, mekanisme Gapoktan sebagai penyalur pupuk bersubsidi, distributor pupuk bersubsidi agar tidak dihilangkan, sehingga rantai pasok pendistribusian pupuk bersubsidi tidak terganggu dan tidak terjadi pengurangan kesempatan berusaha secara mendadak.
Amran menegaskan penyederhanaan mekanisme distribusi pupuk subdisi karena berkaca pada situasi sebelumnya. Ada masa di mana penyalurannya, cukup berbelit-belit. Perizinan melibatkan sejumlah kementerian. Belum lagi di daerah.
Semakin kompleks jika di provinsi atau kabupaten sedang dalam tahun-tahun politik. "Bayangkan, kemarin keputusan kita di Januari, tetapi SK-nya baru selesai 50 persen di Juni, yang korbannya adalah petani," ujar tokoh kelahiran Bone itu.
Hasil rapat pemerintah memangkas 145 regulasi yang dinilai memperlambat alur distribusi. Kementan langsung menetapkan alokasi setiap daerah ke PT Pupuk Indonesia. Kemudian, itu akan dilanjutkan ke Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan yang membagikan langsung ke petani binaan."Kalau pupuk sudah dialokasikan, SK-nya keluar, kelompok tani mengambil, sederhana," ujar Amran.