REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Akademisi IPB University kembali melakukan kajian tentang kesiapan gabungan kelompok tani (Gapoktan) menjadi penyalur pupuk subsidi. Setelah sebelumnya di Jawa Barat, kini para peneliti tersebut mengkaji gapoktan di Sulamesi Selatan. Hasilnya, Gapoktan di Sulsel dinilai belum layak menjalankan tugas tersebut.
Ketua Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) Sekolah Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Prof. Dr. Faroby Falatehan memastikan kesimpulan tersebut dari berbagai indikator. Para responden di Sulsel menunjukkan ketidaklayakan menjadi penyalur pupuk subsidi 2025.
"Selain uji kelayakan, dilakukan juga survei kesiapan untuk melihat kesiapan gapoktan di lapangan berdasarkan beberapa indikator yang harus dipenuhi gapoktan. Adapun hasil kesiapannya, sebanyak 76 persen responden gapoktan dinyatakan tidak siap sebagai penyalur pupuk subsidi karena tidak memenuhi hampir seluruh indikator yang dipersyaratkan," kata Faroby, dalam webinar, Rabu (5/3/2025).
Ketidaksiapan ini mencakup aspek modal, legalitas, sumber daya manusia, administrasi perkantoran, pengelolaan keuangan, distribusi pupuk, serta sarana prasarana dan teknologi informasi. Sehingga sebelum mekanisme penyaluran melalui gapoktan tersebut dilaksanakan, maka perlu dilakukan pendampingan dan persiapan yang akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan dana yang cukup besar.
Para peneliti lantas menuliskan beberapa saran kepada para pihak terkait. Ini berdasarkan hasil survey yang mereka lakukan di lapangan. Pertama, penundaan sementara mekanisme gapoktan sebagai penyalur pupuk bersubsidi, hingga indikator Kepemilikan Legalitas, Kemampuan Pengarsipan, Kemampuan administrasi pelaporan, kemampuan pengelolaan keuangan, kemampuan pemodalan, kemampuan kenyimpanan, dan kemampuan teknologi informasi sebagai prasyarat gapoktan untuk menjadi penyalur pupuk bersubsidi dipenuhi semua, oleh seluruh gapoktan yang bersedia/ditunjuk sebagai penyalur pupuk bersubsidi.
"Kedua,apabila Pemerintah tetap memilih melanjutkan mekanisme Gapoktan sebagai penyalur pupuk bersubsidi, maka diperlukan wilayah uji coba atau pilot project, yang diiringi dengan pendampingan terhadap pemenuhan 7 (tujuh) indikator prasyarat gapoktan, untuk menjadi penyalur pupuk bersubsidi," ujar Faroby.
Ketiga, pemerintah tidak perlu memaksakan gapoktan yang belum siap untuk menjadi kios penyalur pupuk subsidi, yang perlu dilakukan adalah mengoptimalkan dan meningkatkan peran kios yang sudah ada saat ini. Kemudian memilih wilayah yang memang masih belum ada kios penyalur pupuk subsidi dan lokasinya cukup jauh dijangkau oleh petani untuk dipersiapkan kios penyalur baik dari gapoktan ataupun lembaga lainnya.
Keempat, dalam pelaksanaannya nanti, diharapkan peran distributor pupuk bersubsidi yang saat ini sudah berjalan dan membantu penyaluran pupuk bersubsidi agar tidak dihilangkan. Sehingga rantai pasok pendistribusian pupuk bersubsidi tidak terganggu dan tidak terjadi pengurangan kesempatan berusaha secara mendadak.