REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dalam periode dua bulan terakhir, pergerakan harga beras di dalam negeri turut memicu inflasi. Harga beras sempat meroket sebelum Perum Bulog turun tangan melakukan operasi pasar.
Namun saat harga beras sudah turun, isu kenaikan permintaan menjelang Hari Raya Idul Fitri kembali membuat harga beras terkoreksi. Di tengah instabilitas harga beras di dalam negeri, ternyata harga beras dunia terus turun sejak Januari sampai Agustus 2010. Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang berhasil mencapai swasembada beras.
Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog, Sutono, pergerakan harga beras domestik tidak terkait langsung dengan produktivitas dan harga beras dunia. Pergerakan harga juga tidak bertalian erat dengan lebih besarnya permintaan daripada pasokan menjelang Hari Raya Idul Fitri. ''Harga beras kita memang paling mahal di dunia dan ini sudah berlangsung lama, bukan tren menjelang lebaran saja,'' katanya melalui sambungan telepon kepada Republika, Kamis (26/8).
Menurut Sutono, keinginan pedagang menaikkan harga lantaran momentum Idul Fitri juga tidak bisa dijadikan diterima. Alasannya, pasokan beras ke pasar sangat berlimpah dan Bulog juga terus melakukan operasi pasar di seluruh wilayah Indonesia. ''Jadi memang tidak ada alasan harganya naik,'' katanya
Ihwal mahalnya harga beras nasional, Sutono melanjutkan, hal itu cenderung lebih disebabkan beberapa aspek, antara lain sudah tingginya Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan besarnya subsidi negara luar negeri terhadap petani padi di negaranya. ''HPP kita kan tinggi karena untuk kesejahteraan petani, sementara di luar negeri subsidi sangat besar. Makanya ada disparitas harga yang lumayan tinggi,'' jelasnya.