Kamis 19 Aug 2010 04:20 WIB

Pemerintah Waspadai Gejolak Gandum Internasional

Rep: EH Ismail/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—-Perubahan iklim yang menyebabkan bencana alam di sejumlah negara produsen gandum berdampak pada melorotnya produksi gandum dunia. Pemerintah mewaspadai krisis gandum dunia yang bisa mempengaruhi industri nasional. “Kita sudah tanggap sejak awal. Situasi gandum dunia ini kita waspadai dan kita amati day per day,” ujar Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurthi, di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (18/8).

Dia melanjutkan, Rusia sebagai produsen gandum ketiga terbesar dunia kini sedang mengalami kendala produksi akibat suhu panas. Rusia pun membatasi ekspor gandum. Hal yang sama dialami Pakistan dan Cina yang lahan-lahan gandumnya diterjang banjir.

Bayu mengatakan, kendati produksi gandum di Rusia, Pakistan, dan Cina menurun, namun Amerika Serikat justru mengalami kenaikan produksi yang bagus. “Amerika panennya bagus dan tertinggi selama 10 tahun terakhir, jadi bisa dikatakan sampai lebaran nanti harga di dalam negeri aman dan tidak terpengaruh gejolak gandum dunia,” papar Bayu.

Selain Amerika Serikat, pemerintah juga terus mengamati produksi gandum Australia. Sejauh ini, produksi gandum Australia tidak terganggu dan masih bisa memasok ke pasar internasional dengan baik.

Produksi gandum di dua negara tersebut, lanjut Bayu, menjadi salah satu variabel pemerintah untuk menentukan kebijakan lanjutan terkait kebutuhan gandum dalam negeri. Dikatakan, kewaspadaan akan gejolak gandum dunia tidak hanya dilakukan oleh Indonesia. Hampir seluruh negara yang mempunyai industri berbasis gandum, saat ini terus memantau pergerakan harga gandum di bursa komoditas dunia.

Bayu menambahkan, pengalaman krisis pangan tahun 2007/2008 menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah untuk mengantisipasi krisis gandum. Untuk memproduksi gandum sendiri, kata Bayu, pemerintah tentu kesulitan. Alasannya, pengalaman selama 15 tahun terakhir membuktikan bahwa budidaya gandum tidak menunjukkan produksi yang baik. “Terus menurun malah.”

Masalah utama budidaya gandum terletak pada perebutan lahan dengan komoditas lain yang biasa ditanam petani. Selain itu, masalah budaya petani domestik yang tidak terbiasa menanam gandum juga merupakan masalah tersendiri. “Kita tidak bisa mengorbankan lahan tanaman lain untuk gandum. Saat ini justru kita sedang melakukan diversifikasi gandum,” imbuhnya.

Sejak lima tahun terakhir, dia mengatakan, pemerintah sudah mengembangkan Mocaf (tepung singkong) pengganti tepung terigu di Grobogan, Tasikmalaya, Garut, dan beberapa daerah lain. Ada pula pengembangan tepung dari umbi-umbian di Bantul dan Gunung Kidul. “Porsinya saat ini sekitar 20 sampai 30 persen.”

Bayu berharap, kalau harga gandum bergerak tidak terkendali maka pelaku industri akan didorong untuk beralih ke tepung yang dibuat dari komoditas berbasis lokal. “Diversifikasi menjadi penting dalam situasi sperti sekarang ini, karenanya ke depan inilah yang akan dilakukan,” tandas Bayu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement