Jumat 03 Feb 2023 04:50 WIB

RI Sudah Punya 111 Kawasan Industri Total 108,5 Ribu Hektare

Kawasan industri yang terserap oleh industri manufaktur mencapai 519,3 hektare

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar (kiri) dan bersama Komisaris Kawasan Industri Krakatau Priyo Budianti (kanan).
Foto: Republika/Darmawan Nasution
Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar (kiri) dan bersama Komisaris Kawasan Industri Krakatau Priyo Budianti (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Kawasan Industri (HKI) mencatat, hingga saat inisudah terdapat 111 kawasan industri di Indonesia. Dari ratusan kawasan tersebut, total luasan kawasan industri sudah mencapai 108.563 hektare.

Ketua HKI, Sanny Iskandar, khusus pada tahun 2022 luasan area kawasan industri yang terserap oleh industri manufaktur mencapai seluas 519,3 hektare, mengalami sedikit penurunan dari serapan tahun 2021 seluas 627 hektare.

Baca Juga

Adapun, seluruh kawasan industri saat ini telah berkembang di 23 provinsi yang dikelola oleh swasta maupun BUMN dan BUMD.

"Luasan penyerapan lahan di kawasan industri ke depan tergantung dari iklim investasi itu sendiri," kata Sanny dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (2/2/2023).

Sanny mengatakan, tren industri ke depan akan sangat mempengaruhi iklim investasi di kawasan industri. Sedikitnya ada tiga jenis industri yang bakal mengalami perkembangan pesat.

Pertama, industri yang berorientasi pada transformasi digital dan berteknologi tinggi. Kedua, industri otomotif, dan ketiga industri yang menerapkan ekonomi sirkular dengan transisi energi bersih.

Ketiga tren industri itu diproyeksi akan tumbuh pesat dan menjadi sektor-sektor yang banyak menyerap kawasan industri di Indonesia.

Namun, iklim investasi di kawasan industri bukan tanpa tantangan. Ia mengatakan dinamika permasalahan oleh dunia usaha saat ini masih banyak yang harus dibenahi dan disempurnakan.

Persoalan klasik yang masih menjadi momok dari para pelaku usaha yakni soal regulasi yang masih harus diharmonisasi. Selain itu juga soal ketersediaan infrastruktur dasar yang sangat penting untuk mendukung perkembangan kawasan industri yang saat ini masih banyak belum teratasi.

Sebagai contoh seperti kebutuhan air baku untuk industri yang masih terkendala oleh regulasi. Yakni Undang-Undang Nomor 3 Tentang Perindustrian dan Undang-Undang Nomor 17 tentang Sumber Daya Air.

"Di undang-undang perindustrian jelas memprioritaskan kebutuhan air baku untuk industri. Namun di undang-undang sumber daya air terkesan ada pembatasan. Jadi dua hal ini kurang sinkron," katanya.

Selain itu, persoalan daerah yang masih banyak belum menyelesaikan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Hal itu lantas menghambat iklim investasi di kawasan industri baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement