Selasa 28 Oct 2025 14:00 WIB

Industri Tekstil Nantikan Aksi Purbaya Berantas Impor Ilegal Pakaian Bekas

Pemerintah harus konsisten dalam memberantas praktik impor pakaian bekas.

Rep: Eva Rianti/ Red: Satria K Yudha
Petugas menempelkan tanda pengawasan pada barang bukti pakaian bekas saat ekspose hasil pengawasan barang impor tidak sesuai ketentuan oleh Kementerian Perdagangan di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/8/2025). Kementerian Perdagangan bersama Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI mengungkap serta mengamankan sebanyak 19.391 bal pakaian bekas impor (Balpres) yang berasal dari Korea Selatan, Jepang dan China senilai total Rp112,35 miliar yang diamankan dari 11 gudang di wilayah Bandung dan Cimahi.
Foto: ANTARA FOTO/Abdan Syakura
Petugas menempelkan tanda pengawasan pada barang bukti pakaian bekas saat ekspose hasil pengawasan barang impor tidak sesuai ketentuan oleh Kementerian Perdagangan di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/8/2025). Kementerian Perdagangan bersama Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI mengungkap serta mengamankan sebanyak 19.391 bal pakaian bekas impor (Balpres) yang berasal dari Korea Selatan, Jepang dan China senilai total Rp112,35 miliar yang diamankan dari 11 gudang di wilayah Bandung dan Cimahi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menindak tegas praktik impor ilegal pakaian bekas atau thrifting mendapat sambutan positif dari kalangan pengusaha tekstil. Mereka menilai langkah tersebut sebagai sinyal kuat pemerintah dalam memperbaiki sistem perdagangan dan penegakan hukum yang selama ini lemah.

“Terkait dengan larangan pakaian impor, kita harus apresiasi bahwa Pak Purbaya memang mau memberantas ini. Sebenarnya pakaian bekas ini masalah lama, mungkin 10—15 tahun yang lalu juga kita hadapi, hanya saja penegakan hukumnya belum jalan,” ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Farhan Aqil Syauqi, saat dihubungi Republika, Selasa (28/10/2025).

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

Farhan menilai rencana tersebut sebagai langkah positif untuk memperkuat industri tekstil dalam negeri. Menurutnya, rantai produksi di Indonesia sebenarnya sudah cukup kuat untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal tanpa harus bergantung pada pakaian bekas impor.

“Kami memandang ini positif karena secara rantai produksi kita sudah mampu untuk memproduksi di lokal,” katanya.

Ia menambahkan, kebijakan tersebut menjadi angin segar bagi pelaku industri yang selama ini dirugikan oleh maraknya pakaian bekas impor ilegal. Padahal, sudah ada aturan yang melarang peredaran barang tersebut, antara lain melalui Peraturan Menteri Perdagangan.

“Jadi memang ada kebocoran di Bea Cukai terutama. Nah ini Pak Purbaya dan Pak Direktur Jenderal Bea Cukai, Pak Djaka, ingin ada perubahan. Jadi kita sambut baik,” tegas Farhan.

Selain menekan impor ilegal, Farhan menilai kebijakan ini juga dapat memberikan dampak ekonomi luas bagi industri tekstil nasional, mulai dari penyerapan tenaga kerja baru hingga peningkatan penerimaan pajak negara.

“Larangan ini tentu akan bisa menimbulkan efek berganda ke depannya,” ujarnya.

Namun, ia mengingatkan pemerintah agar konsisten dalam implementasi kebijakan tersebut. Farhan menekankan pentingnya pembenahan sistem impor, khususnya praktik impor borongan yang kerap menjadi celah masuknya barang ilegal.

“Utamanya perbaikan sistem, apakah nanti ketika mafia atau pakaian bekas ini disikat semua, masalah impor borongan juga bisa diberhentikan. Karena akar masalahnya ada di impor borongan. Perbaikan sistem itu harus dijalankan kalau memang mau industri manufaktur bisa tumbuh,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement