Kamis 02 Oct 2025 15:30 WIB

Gedung Putih: PHK “Segera Terjadi” di Tengah ''Shutdown'' Pemerintah AS

Ratusan ribu pegawai federal terancam dirumahkan akibat kebuntuan politik di Kongres.

Wakil Presiden JD Vance menuduh Partai Demokrat memainkan permainan politik. (ilustrasi)
Foto: AP Photo/Paul Sancya
Wakil Presiden JD Vance menuduh Partai Demokrat memainkan permainan politik. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih memperingatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap pegawai federal Amerika Serikat (AS) akan dimulai dalam dua hari, menyusul berlanjutnya penutupan atau shutdown pemerintahan pertama dalam hampir tujuh tahun terakhir.

Penutupan dimulai pada Rabu (1/10/2025), setelah Partai Republik dan Demokrat di Kongres gagal menyepakati rencana belanja baru sebelum batas waktu tengah malam. Hingga kini, belum ada tanda kedua belah pihak bersedia berkompromi. Pemungutan suara untuk mengakhiri penutupan juga gagal hanya beberapa jam setelah dimulai.

Baca Juga

Senat kemudian menunda sidang, menimbulkan kekhawatiran penutupan ini akan berlarut-larut dan mengancam ratusan ribu lapangan kerja, serta berisiko merugikan ekonomi AS miliaran dolar karena hilangnya output.

Dalam pengarahan Gedung Putih, Rabu sore, Wakil Presiden JD Vance tampil bersama Sekretaris Pers Karoline Leavitt. Vance menuduh Partai Demokrat memainkan permainan politik. “Jika mereka begitu khawatir tentang dampak penutupan terhadap rakyat Amerika, yang seharusnya mereka lakukan adalah membuka kembali pemerintahan, bukan mengeluh tentang bagaimana kami merespons,” ujarnya dikutip dari laman BBC News.

Sementara itu, Leavitt menyebut PHK massal akan terjadi dalam dua hari. “Terkadang kita harus melakukan hal-hal yang tidak ingin kita lakukan,” katanya, seraya menambahkan bahwa “Partai Demokrat menempatkan kita dalam posisi ini.”

Pernyataan tersebut mempertegas perseteruan politik yang kian sengit antara kedua partai. Senator Demokrat Chuck Schumer menuduh Partai Republik mencoba “menekan” Demokrat agar menerima rencana pendanaan mereka.

Partai Demokrat menuntut jaminan pendanaan layanan kesehatan bagi warga berpenghasilan rendah sebelum menyetujui kesepakatan. Sementara itu, Partai Republik mendorong langkah sementara agar pemerintah tetap beroperasi hingga pertengahan November dengan tingkat anggaran saat ini.

“Masalahnya adalah pemerintah akan buka ketika Partai Republik serius berbicara dengan Partai Demokrat,” kata Senator Chris Murphy dari Connecticut.

Partai Republik, yang mengendalikan kedua kamar Kongres, menegaskan tuntutan Demokrat terkait perpanjangan layanan kesehatan akan membebani pembayar pajak.

Pekerja federal yang dianggap esensial, seperti militer dan agen perbatasan, kemungkinan tetap bekerja tanpa bayaran sementara waktu. Adapun pegawai non-esensial akan dirumahkan tanpa gaji, meski sebelumnya pekerja dalam kondisi serupa biasanya dibayar secara retrospektif.

Analis memperkirakan penutupan kali ini berdampak lebih luas dibanding 2018, dengan sekitar 40 persen pegawai federal atau 750 ribu orang, berpotensi dirumahkan.

Vance juga melontarkan klaim, yang dibantah Demokrat, bahwa penutupan terjadi karena dorongan elit Demokrat memperluas tunjangan kesehatan bagi migran tanpa dokumen. “Tidak ada satu pun anggota Partai Demokrat yang menyatakan bahwa kami tertarik mengubah hukum federal,” tegas Pemimpin Minoritas DPR, Hakeem Jeffries.

Di Capitol Hill, peluang kompromi tampak tipis. Ketua DPR dari Partai Republik, Mike Johnson, mengatakan tidak ada lagi yang bisa diubah dari RUU pendanaan sementara yang mereka ajukan. Pemungutan suara lanjutan untuk RUU tersebut dijadwalkan pada Jumat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement