Rabu 01 Oct 2025 14:23 WIB

Shutdown Ketiga Era Trump, Layanan Publik AS Terhenti, Bagaimana Nasib Ekonomi?

Dari museum hingga taman nasional, sejumlah layanan terancam ditutup.

Gedung Capitol terlihat saat senja ketika Demokrat dan Republik di Kongres dengan marah saling menyalahkan dan menolak untuk mengalah dari posisi mereka dalam mendanai pemerintah, di Washington, Selasa, 30 September 2025.
Foto: AP Photo/J. Scott Applewhite
Gedung Capitol terlihat saat senja ketika Demokrat dan Republik di Kongres dengan marah saling menyalahkan dan menolak untuk mengalah dari posisi mereka dalam mendanai pemerintah, di Washington, Selasa, 30 September 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC — Amerika Serikat kembali terperosok dalam government shutdown setelah Presiden Donald Trump dan Kongres gagal mencapai kesepakatan anggaran untuk menjaga program dan layanan pemerintahan tetap berjalan hingga batas waktu Rabu malam. Kondisi ini menjerumuskan negeri itu dalam siklus baru ketidakpastian politik dan ekonomi.

Sekitar 750 ribu pegawai federal diperkirakan akan dirumahkan sementara (furloughed), sebagian bahkan berpotensi diberhentikan permanen oleh pemerintahan Trump. Banyak kantor pemerintah ditutup, bahkan terancam permanen, seiring ancaman Trump yang bersumpah melakukan langkah “tidak bisa diubah, yang buruk” sebagai bentuk balasan politik.

Baca Juga

Agenda deportasi diperkirakan tetap berjalan penuh, sementara sektor pendidikan, lingkungan, dan layanan publik lainnya akan terganggu. Dampak ekonomi pun diperkirakan menjalar secara nasional.

“Kami tidak ingin pemerintahan ditutup,” kata Trump di Gedung Putih menjelang tenggat waktu tengah malam.

Namun, meski sempat mengadakan pertemuan tertutup dengan pimpinan Kongres, Trump gagal memediasi kesepakatan antara Partai Demokrat dan Partai Republik. Ini menjadi kali ketiga Trump memimpin pemerintahan saat terjadi funding lapse, sekaligus yang pertama sejak kembali ke Gedung Putih tahun ini. Rekor tersebut menegaskan polarisasi politik yang kian dalam di Kongres, dengan iklim politik yang lebih mengutamakan sikap keras ketimbang kompromi tradisional.

Dampak ekonomi diperkirakan terasa dalam hitungan hari. Laporan ketenagakerjaan bulanan yang dijadwalkan dirilis Jumat kemungkinan tertunda. Menurut analisis Goldman Sachs, pasar keuangan biasanya “mengabaikan” shutdown terdahulu, namun kondisi kali ini bisa berbeda karena belum ada tanda-tanda negosiasi yang lebih luas.

Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB) yang dipimpin Russ Vought telah menginstruksikan lembaga federal untuk melaksanakan rencana darurat, bukan hanya furlough seperti biasanya, tetapi juga kemungkinan mass firings pegawai. Kebijakan ini sejalan dengan misi pemerintahan Trump melalui Departemen Efisiensi Pemerintahan untuk mengecilkan ukuran birokrasi federal.

Meski demikian, program kesehatan Medicare dan Medicaid tetap berjalan, meskipun kekurangan staf berpotensi menimbulkan keterlambatan layanan. Pentagon dipastikan tetap beroperasi, sementara sebagian besar pegawai di Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) masih tetap bekerja.

Trump juga memperingatkan bahwa pemerintahannya bisa menargetkan program-program yang dianggap penting oleh Partai Demokrat.

“Memotong banyak orang, memotong hal-hal yang mereka sukai, memotong program yang mereka sukai,” ujarnya.

Sementara lembaga pemerintah memilah pegawai esensial dan nonesensial, museum Smithsonian diperkirakan tetap buka setidaknya hingga Senin. Namun, sekelompok mantan pengelola taman nasional menyerukan agar pemerintah menutup taman nasional demi keselamatan publik dan perlindungan sumber daya, mengingat keterbatasan staf selama shutdown.

sumber : REUTERS
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement