Rabu 01 Oct 2025 13:32 WIB

BPS Catat Inflasi Inti September 2025 Naik Jadi 0,18 Persen

Kenaikan dipicu emas perhiasan dan biaya kuliah perguruan tinggi.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Pedagang mengambil emas perhiasan yang dipilih pembeli di salah satu toko perhiasan emas di Cikini, Jakarta, Jumat (12/9/2025). Menurut sejumlah pedagang setempat, meskipun harga emas saat ini tergolong tinggi, aktivitas jual beli logam mulia maupun emas perhiasan di kawasan tersebut masih lesu. Kondisi ini diperkirakan akibat menurunnya daya beli masyarakat. Beberapa pedagang emas, selain mengandalkan penjualan di toko fisik, kini mulai merambah ke platform marketplace. Menurut mereka, penjualan melalui marketplace cukup membantu, meskipun masih didominasi oleh pelanggan tetap. Sementara itu, harga emas batangan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) pada hari ini tercatat mengalami koreksi sebesar Rp7.000, menjadi Rp2.088.000 per gram.
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang mengambil emas perhiasan yang dipilih pembeli di salah satu toko perhiasan emas di Cikini, Jakarta, Jumat (12/9/2025). Menurut sejumlah pedagang setempat, meskipun harga emas saat ini tergolong tinggi, aktivitas jual beli logam mulia maupun emas perhiasan di kawasan tersebut masih lesu. Kondisi ini diperkirakan akibat menurunnya daya beli masyarakat. Beberapa pedagang emas, selain mengandalkan penjualan di toko fisik, kini mulai merambah ke platform marketplace. Menurut mereka, penjualan melalui marketplace cukup membantu, meskipun masih didominasi oleh pelanggan tetap. Sementara itu, harga emas batangan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) pada hari ini tercatat mengalami koreksi sebesar Rp7.000, menjadi Rp2.088.000 per gram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi inti tahunan Indonesia pada September 2025 mencapai 0,18 persen. Komoditas utama penyumbang inflasi adalah emas perhiasan dan biaya kuliah.

Inflasi inti pada September 2025 meningkat dibandingkan Agustus 2025 yang sebesar 0,06 persen, maupun periode yang sama 2024 sebesar 0,16 persen. Andil inflasi pada komponen inti September 2025 tercatat sebesar 0,11 persen.

Baca Juga

“Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen inti adalah emas perhiasan dan biaya kuliah akademi atau perguruan tinggi,” kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, dalam konferensi pers di Kantor BPS Pusat, Jakarta, Rabu (1/10/2025).

Adapun komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices) mengalami inflasi sebesar 0,06 persen dengan andil inflasi 0,01 persen pada September 2025.

“Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen harga diatur pemerintah adalah sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret kretek tangan (SKT),” ujarnya.

Sementara itu, komponen bergejolak (volatile food) pada September 2025 tercatat sebesar 0,52 persen, dengan andil inflasi 0,09 persen.

“Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen bergejolak adalah cabai merah, daging ayam ras, dan cabai hijau,” terangnya.

BPS mencatat Indonesia mengalami inflasi sebesar 0,21 persen secara month to month (mtm) pada September 2025. Angka tersebut meningkat dibandingkan Agustus 2025 yang justru mengalami deflasi sebesar 0,08 persen (mtm).

Penyumbang utama inflasi September 2025 secara mtm adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil inflasi 0,11 persen. Komoditas penyumbang terbesar antara lain cabai merah, daging ayam ras, dan cabai hijau.

Kelompok kedua penyumbang inflasi adalah perawatan pribadi dan jasa lainnya, dengan inflasi sebesar 1,24 persen dan andil inflasi 0,08 persen. Komoditas penyumbang terbesar kelompok ini adalah emas perhiasan.

Secara tahunan atau year on year (yoy), inflasi Indonesia pada September 2025 mencapai 2,65 persen. Secara tahun berjalan atau year to date (ytd), inflasi tercatat 1,82 persen.

Sebagai informasi, inflasi inti merupakan komponen inflasi yang cenderung stabil karena dipengaruhi faktor seperti interaksi permintaan dan penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, perkembangan ekonomi global, serta ekspektasi inflasi masa depan.

Inflasi inti digunakan untuk mengukur kenaikan harga barang atau jasa selain harga pangan bergejolak (volatile food) dan harga komoditas yang diatur pemerintah (administered prices), termasuk harga BBM. Komponen ini mencerminkan daya beli masyarakat, terutama untuk barang-barang sekunder maupun tersier.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement