REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi data Non-Farm Payroll (NFP) Amerika Serikat yang sangat melemah.
“Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang melemah cukup tajam setelah data pekerjaan AS NFP kembali sangat mengecewakan,” ujarnya kepada Antara di Jakarta, Senin (8/9/2025).
AS hanya menambahkan 22 ribu pekerjaan pada Agustus 2025, jauh di bawah perkiraan sekitar 75 ribu. Selain itu, data pekerjaan Juni direvisi dari penambahan 14 ribu menjadi kehilangan 13 ribu pekerjaan.
Seiring sentimen dolar AS yang semakin memburuk akibat serangkaian data ekonomi yang melemah dan pernyataan dovish dari pejabat Federal Reserve (The Fed), hampir dipastikan The Fed akan memangkas suku bunga bulan ini. “Dari domestik, investor menantikan data cadangan devisa (cadev),” kata Lukman.
Mengutip Xinhua, tingkat pengangguran AS pada Agustus melonjak menjadi 4,3 persen, tertinggi dalam hampir empat tahun terakhir. Rata-rata pendapatan per jam meningkat 0,3 persen secara bulanan, namun kenaikan tahunan 3,7 persen, sedikit di bawah perkiraan 3,8 persen.
Laporan Agustus ini merupakan yang pertama sejak Presiden AS Donald Trump memecat mantan Komisaris Biro Statistik Tenaga Kerja Erika McEntarfer, menyusul rilis laporan ketenagakerjaan Juli yang lemah. Trump kemudian mengklaim data pertumbuhan pekerjaan telah dimanipulasi.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kurs rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp16.350–Rp16.450 per dolar AS. Pada pembukaan perdagangan Senin di Jakarta, nilai tukar rupiah menguat 48 poin atau 0,29 persen menjadi Rp16.385 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.433 per dolar AS.