Rabu 01 Oct 2025 18:50 WIB

Cukai Rokok tak Naik 2026, Kemenperin Sebut Bisa Jaga Stabilitas

Menperin nilai keputusan dukung industri tembakau dan ekonomi.

Rep: Frederikus Dominggus Bata / Red: Gita Amanda
Pekerja melinting rokok sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah pabrik rokok di Bantul, Yogyakarta. Kemenperin mengapresiasi langkah Menkeu Purbaya tak menaikkan cukai rokok. (ilustrasi)
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Pekerja melinting rokok sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah pabrik rokok di Bantul, Yogyakarta. Kemenperin mengapresiasi langkah Menkeu Purbaya tak menaikkan cukai rokok. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyambut baik pernyataan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, yang memastikan cukai rokok tidak akan dinaikkan pada tahun depan. Kebijakan tersebut dinilai sebagai bentuk insentif bagi pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) yang selama ini berkontribusi besar terhadap penerimaan negara, penyerapan tenaga kerja, serta devisa ekspor.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut langkah itu mampu menjaga keberlanjutan usaha sekaligus mendukung stabilitas ekonomi nasional. “Tidak menaikkan cukai rokok saja sudah merupakan insentif bagi pelaku IHT. Hal ini juga akan ikut menaikkan permintaan,” ujar Agus di Jakarta, Rabu (1/10/2025).

Baca Juga

Di sisi lain, sektor industri manufaktur nasional masih menunjukkan geliat positif pada akhir kuartal III meski pertumbuhannya melambat dibanding bulan sebelumnya. Berdasarkan laporan S&P Global, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada September 2025 tercatat 50,4. Angka ini berada di atas ambang batas 50,0 yang menandakan aktivitas industri tetap ekspansif, meski lebih moderat dibanding Agustus yang mencapai 51,5.

Agus menegaskan capaian tersebut menunjukkan daya tahan industri nasional masih terjaga di tengah tantangan global. “PMI Manufaktur Indonesia berhasil bertahan di zona ekspansif selama dua bulan berturut-turut. Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan domestik yang kuat masih menjadi motor utama pertumbuhan, termasuk juga permintaan ekspor yang masih cukup baik meskipun menghadapi tekanan global,” katanya.

Data S&P Global menunjukkan permintaan baru meningkat selama dua bulan beruntun, terutama didorong oleh konsumsi dalam negeri. Kondisi ini menjadi momentum baik bagi pelaku industri untuk terus mengoptimalkan pasar domestik.

“Apalagi, Kemenperin telah melakukan reformasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk membuka peluang lebih besar dalam penyerapan produk dalam negeri. Dengan kebijakan ini, industri dapat lebih percaya diri meningkatkan produksi sekaligus memperluas basis konsumen,” terang Agus.

Hasil survei PMI juga mencatat pelaku industri tetap meningkatkan pembelian input dan stok inventaris sebagai langkah antisipasi potensi kenaikan produksi. “Langkah ini turut mencerminkan optimisme pelaku industri terhadap prospek pertumbuhan beberapa bulan mendatang,” ujarnya.

Indikator lain yang menunjukkan perbaikan adalah tingkat ketenagakerjaan sektor manufaktur, yang mencapai posisi tertinggi dalam empat bulan terakhir. Kepercayaan bisnis juga naik ke level tertinggi sejak Mei 2025, seiring dengan harapan membaiknya permintaan.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement