Selasa 23 Sep 2025 10:45 WIB

Penerimaan Pajak Melambat, PPh Badan dan PPN Jadi Penyebab Utama

Kemenkeu sebut kontraksi netto dipicu restitusi meski sektor lain masih tumbuh.  

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu (kanan) didampingi Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno Hatta Gatot S Wibowo (kiri) memberikan keterangan pers usai mengecek kesiapan mesin X-Ray untuk pemeriksaan barang bawaan jamaah haji di Terminal Khusus Haji dan Umrah 2 F Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (11/6/2025). Bea Cukai Soekarno Hatta secara teknis siap menyambut kepulangan jamaah haji dan untuk tahun ini membebaskan bea masuk seluruh barang bawaan jamaah haji reguler.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu (kanan) didampingi Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno Hatta Gatot S Wibowo (kiri) memberikan keterangan pers usai mengecek kesiapan mesin X-Ray untuk pemeriksaan barang bawaan jamaah haji di Terminal Khusus Haji dan Umrah 2 F Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (11/6/2025). Bea Cukai Soekarno Hatta secara teknis siap menyambut kepulangan jamaah haji dan untuk tahun ini membebaskan bea masuk seluruh barang bawaan jamaah haji reguler.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyampaikan realisasi penerimaan pajak per Agustus 2025 menurun 5,1 persen menjadi Rp1.135,4 triliun. Penurunan ini terutama disebabkan kontraksi setoran pajak penghasilan (PPh) badan serta pajak pertambahan nilai (PPN).

“Kalau netto, angkanya setara 54,7 persen dibandingkan dengan outlook. Dibandingkan Agustus, penerimaan netto kita negatif 3,8 persen,” kata Anggito dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Selasa (23/9/2025).

Baca Juga

Menurut Anggito, kinerja PPh badan bila ditinjau secara bruto mencatat pertumbuhan 7,5 persen. Namun akibat restitusi, realisasi netto PPh badan justru terkontraksi 8,7 persen dengan nilai Rp194,20 triliun.

Sementara realisasi serapan PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) turun baik secara bruto maupun netto. Secara bruto, penerimaan PPN dan PPnBM melambat tipis 0,7 persen. Namun secara netto, kontraksinya cukup besar yakni 11,5 persen dengan realisasi Rp416,49 triliun, yang terutama dipicu restitusi.

Di sisi lain, PPh orang pribadi dan pajak bumi dan bangunan (PBB) mencatat pertumbuhan signifikan. PPh orang pribadi tumbuh 39,1 persen secara netto dengan nilai Rp15,91 triliun. Sementara itu, realisasi PBB melonjak 35,7 persen dengan nilai Rp14,17 triliun.

Anggito memaparkan realisasi penerimaan pajak sektoral secara bruto guna menunjukkan kinerja penerimaan sebelum restitusi. “Penerimaan bruto kami tarik sebelum dikurangi dengan restitusi, yang merupakan suatu proses administrasi dari penarikan ataupun pengeluaran untuk restitusi secara umum,” jelasnya.

Penerimaan pajak bruto tumbuh 2,1 persen dengan nilai Rp1.442,7 triliun. Serapan ini terutama berasal dari sektor ketenagalistrikan, pertambangan bijih logam, perdagangan daring, perdagangan besar, pertanian tanaman, industri minyak kelapa sawit, dan perbankan.

Ia merinci tren penerimaan bruto dari sejumlah sektor utama:

- Industri pengolahan yang berkontribusi 27,9 persen tumbuh 1,8 persen dengan nilai Rp403,1 triliun. Pertumbuhan didukung industri minyak kelapa sawit, logam dasar mulia, kendaraan bermotor roda empat, barang kimia, dan farmasi.

- Sektor perdagangan dengan kontribusi 23,1 persen tumbuh 0,3 persen dengan nilai Rp17,4 triliun. Pertumbuhan terutama berasal dari perdagangan daring yang naik 65 persen.

- Sektor aktivitas keuangan dengan kontribusi 11,9 persen tumbuh 4,6 persen dengan nilai Rp172,2 triliun, sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga.

- Sektor pertambangan migas maupun nonmigas yang berkontribusi 11,4 persen tumbuh 2,7 persen dengan nilai Rp163,7 triliun. Subsektor tambang migas tumbuh 4,2 persen, sementara pertambangan nonmigas naik 1,9 persen, terutama dari emas dan timah.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement